Rabu, 22 Desember 2010

usaha bubur ayam

Usaha Bubur Ayam

Usaha bubur ayam adalah usaha mengolah bahan makanan siap jadi untuk dinikmati pelanggan. Bubur ayam juga dipergunakan sebagai bahan makanan bagi mereka yang sedang bermasalah dengan pencernaanya. Bila seseorang sedang sakit dan dirawat dirumah sakit, maka bubur ayamlah yang menjadi menu makanan utamanya.
Pekerjaan membuat bubur ayam tidak sesulit membuat kue karena setiap orang dapat membuat bubur dengan cara menanak beras dengan air yang sangat banyak dan diperlukan beberapa bahan yang dibutuhkan misalnya bawang merah untuk bawang goreng serta daun seledri diiris kecil yang digunakan untuk pewangi bubur, lada, kecap asin, cakwe, sambal, kerupuk tentunya tak lupa ayam yang disuwir. Jika ingin menambah lengkap semanguk bubur tinggal di tambahi sate usus, ati ampela serta sate telur puyuh.
Untuk melakukan usaha ini, ibu rumah tangga dapat melakukan penjualan dengan mengumpulkan pekerja yang mau berjualan di tempat-tempat dimana ada orang berkumpul atau berolahraga. Kebiasaan menetap atau menyewa disatu tempat juga dapat dilakukan sehingga orang-orang yang berada di dekat rumah juga dapat membeli dan menikmati bubur tersebut. Selain itu, investor juga dapat menggunakan sepeda atau sepeda motor untuk berjualan. Selain tidak mengeluarkan banyak modal untuk menyewa tempat dengan menggunakan kendaraan tersebut lebih efektif karena dapat mengelilingi kompleks yang belum pernah dikunjungi.
Investor juga dapat melakukan suatu promosi misalnya dengan mengedarkan brosur kepada setiap rumah dan pastinya warung tersebut diberi plang beserta tulisan untuk memperkenalkan usaha ini. Tentunya usaha ini harus dimulai dengan niat dan dilakukan dengan tekun serta jangan putus asa. Karena jiwa seorang wirausaha tidak pantang menyerah.

Sumber : Buku wirausaha Bisnis UKM
Penulis : Adler Haymas Manurung.

Jumat, 10 Desember 2010

Langkah Untuk Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil

Langkah yang Dapat Ditempuh Untuk Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil

Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :
1. Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.
2. Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
3. UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini memungkinkan UKM mudah untuk pindah dari usaha yang satu ke usaha lain, hambatan keluar-masuk tidak ada.
4. Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar, proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat. Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya tidak terlalu besar.
5. Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.


http://www.fe.trisakti.ac.id/pusatstudi_industri/PUSAT/STUDY/TULUS TAMBUNAN/Pusat Studi/Working/Paper/WP9.pdf

Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil

Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil
Begitu Banyak permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia . Padahal dalam perekonomian Indonesia,Usaha Kecil Dan menengah (UKM) secara kuantitas memiliki jumlah yang mayoritas. Akan tetapi jika seluruh aset dan Omzet Usaha Kecil Dan Menengah tersebut digabungkan belum tentu bisa menyamai satu perusahaan besar nasional. Di lain sisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain Usaha Kecil berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Ada beberapa permasalahan sehingga kondisi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia berada pada kondisi yang demikian. Permasalahan yang timbul dari Faktor internal Usaha Kecil Dan Menengah sendiri maupun permasalahan yang berasal dari Faktor eksternal.
Permasalahan Internal Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.


2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
2.1. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
2.2. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
2.3. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
Permasalahan Eksternal Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.

http://galeriukm.web.id/artikel-usaha/mengatasi-permasalahan-usaha-kecil

Tugas Pemasaran UKM ke 4 (Produk danJasa UKM)

TUGAS PEMASARAN UKM
Produk dan Jasa UKM










Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas : 3 DD 03







UNIVERSITAS GUNADARMA
Pengembangan Sektor UKM dalam Produk dan Jasa
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.
Keunggulan Produk dan Jasa UKM
Sebagai suatu lembaga yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kepada UKM, Kementerian Koperasi dan UKM perlu mengembangkan berbagai strategi kebijakan untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan UKM agar dapat bersaing dengan pelaku bisnis lainnya baik di dalam negeri, maupun di luar negeri. Mencermati hal tersebut dan dengan memilih fokus muatan seperti tertera di atas, media ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan referensi bagi upaya pengembangan dan penyusunan kebijakan yang diperlukan dalam memberdayakan UKM setidaknya sampai dengan tahun 2010 mendatang.
Berbagai sumbangan pemikiran, gagasan dan analisis yang disajikan para penulis dalam majalah ini, banyak membahas mengenai strategi yang harus dilakukan UKM ke depan. Sedikitnya ada tiga faktor utama yang perlu mendapat perhatian, yakni; pertama, bagaimana memperkuat faktor internal UKM yang selama ini menjadi kendala pengembangan kinerja UKM; kedua, bagaimana peran Pemerintah dalam menyikapi kendala eksternal yang ditimbulkan dari pengaruh globalisasi, dan ketiga, upaya-upaya yang perlu dilakukan Pemerintah dalam meningkatkan dinamika perkembangan UKM. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah yang mengarah pada market driven policy dengan dukungan iklim usaha yang kondusif merupakan arena persiapan bagi UKM menghadapi pasar bebas. Modal dasar mengembangkan UKM menghadapi pasar bebas yaitu menciptakan iklim usaha yang kondusif, menguatkan daya saing UKM dengan meningkatkan akses kepada kualitas jasa non keuangan dan meningkatkan akses UKM pada jasa keuangan. Dalam jangka pendek pengembangan UKM sebaiknya diarah pada upaya pengembangan produk yang memiliki karakteristik khusus (niche produk) untuk mengisi ceruk pasar.
Mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang semakin komplek sebagai imbas dari arus global, khususnya yang berhubungan dengan pemasaran tidak akan mungkin dipecahkan oleh UKM itu sendiri. Bagaimanapun juga masih sangat diperlukan peran dan dukungan pemerintah dalam meningkatkan daya saing UKM. Perumusan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan daya saing tersebut dicermati oleh salah satu penulis melalui pendekatan analisis strategi generik (generic strategies) dari Porter, yaitu merupakan kombinasi keunggulan bersaing (competitive advantage) dan lingkungan bersaing (competitive scope). Salah satu contoh adalah bagi produk yang tidak memerlukan teknologi yang canggih dalam pengelolaannya dapat diterapkan strategi biaya rendah seperti minyak nilam dan pala. Tapi untuk produk handycraft misalnya lebih baik diarahkan pada focused differentiation, karena produk dengan keunikan tersendiri lebih berpeluang untuk memperoleh harga yang lebih tinggi.
Dalam konsep bersaing di pasar global, kelompok masyarakat yang memiliki kekayaaan intangible asset 3 C yaitu concept, competence dan conection memiliki peluang lebih baik, sementara UKM cenderung hanya bermodalkan semangat hidup dan minim strategi, disini perlu peran pemerintah untuk mendorong UKM secara aktif meningkatkan daya saingnya. Dalam hal ini Osborne dan Gaebler mengemukakan 10 prinsip untuk menghasilkan high quality public goods and services yaitu: Steering rather than rowing (pemerintah lebih baik sebagai pengemudi dari pada pengayuh); empower communities to solve their own problem, rather than merely deliver services (memberdayakan UKM dalam memecahkan masalah ketimbang memberikan pelayanan); promote and encourage competition rather than monopolies (menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan); Be driven by missions rather than rule (Penekanan kepada misi daripada peraturan); result oriented by funding outcomes rather than outputs (Orientasi kepada kinerja yang baik bukan sekedar mencapai output); meet the needs of customer rather those of the bureaucracy (Mengutamakan pemenuhan kebutuhan UKM, bukan kebutuhan birokrat); concentrate on earning money rather than just spending it (Penghematan biaya dalam setiap pelaksanaan program bukan menghabiskan); invest in preventing problems rather than curing crisis (mencegah lebih baik dari pada mengobati); decentralize authority rather than build hierarchi (diperlukan desentralisasi kewenangan ketimbang membangun hierarchi); solve problem by influencing market forces rather than by treating public programs (Pemerintah harus memperhatikan permintaan pasar, pasokan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar).
Langkah lain yang perlu dilakukan adalah identifikasi peluang pasar melalui pengembangan jaringan pemasaran, seperti melalui metode penetrasi pasar, perluasan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi. Pemilihan metode ini tentu saja harus disesuaikan dengan keunggulan bersaing produk UKM. Bagi pelaku bisnis termasuk UKM mencemati pasar bebas dari dua sisi yaitu peluang sekaligus tantangan. Peningkatan daya saing ditempuh dengan mensinergikan peran pemerintah sebagai pengelola birokrasi dengan peran UKM sebagai pengelola bisnis. Peningkatan daya saing yang berhubungan dengan high cost atau dalam rangka efisiensi, peran pemerintah misalnya menyederhanakan perijinan baik biaya maupun persyaratan dan jenisnya, melakukan promosi karena hal ini sulit dilakukan oleh UKM karena membutuhkan biaya tinggi, mencari kawasan UKM yang khusus menjual produk-produk UKM sebagai tempat tujuan wisata global serta memfasilitasi kemitraan dengan format yang saling menguntungkan. Salah satunya yang dianggap cukup berhasil di berbagai negara dan perlu mendapat dukungan pemerintah adalah pola sub kontrak. Pola subkontrak yang baik akan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan efisiensi baik secara makro efisiensi nasional, maupun secara mikro efisiensi perusahaan; memperkuat struktur ekonomi nasional dan mewujudkan demokrasi ekonomi. Beberapa isu yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan pola subkontrak yaitu iklim usaha; pemberdayaan subkontraktor (UKM), kelayakan dalam bertransaksi dan asosiasi subkontrak.
Dilihat dari segi keunggulan produk, maka dalam menghadapi pasar global, UKM yang berpeluang menembus pasar ekspor adalah yang bergerak pada subsektor perkebunan, perikanan khususnya perikanan laut, serta industri pengolahan dan industri kecil. Dalam empat tahun terakhir nilai ekspor UKM naik lamban menjadi 19,90%, dan banyak didominasi dari sektor industri pengolahan. Ini disebabkan produk UKM memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan produk UKM negara-negara Asia lainnya diantaranya dari sudut diversifikasi produk dan rendahnya kemampuan dalam mengantisipasi permintaan pasar. Beberapa strategi yang disarankan untuk mendorong ekspor UKM adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif, pengembangan program UKM yang berorientasi pasar, reformasi struktur usaha, pemunculan institusi yang langsung memperluas pasar ekspor UKM seperti trading house, pembentukan aliansi strategis, serta memperluas pengembangan institusi penunjang ekspor Indonesia di luar negeri seperti Indonesian Trade promotion Center (ITPC).
Permasalahan klasik yang sangat dekat dengan UKM adalah masalah permodalan. Salah satu upaya untuk menanggulanginya melalui penyaluran kredit perbankan. Dewasa ini terutama setelah krisis dengan adanya perubahan struktur perekonomian Indonesia, penyaluran kredit terhadap UKM termasuk usaha mikro meningkat cukup signifikan dan hampir separuh dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan. Dalam tahun 2003 jumlah kredit yang disalurkan kepada UMKM 210,9 triliun, yang kemudian meningkat menjadi 262,6 triliun tahun 2004. Dengan perincian 46,3% untuk kredit usaha mikro, 25,2% kredit usaha kecil dan 28,6% kredit untuk usaha menengah. Sebagian besar kredit ini dialokasikan untuk kredit modal kerja terutama bagi UKM yang bergerak disektor perdagangan, jasa usaha, pengolahan, dan konstruksi. Pemulihan sektor korporat masih memerlukan waktu yang cukup lama karena masih terkait dengan hutang dengan pihak luar yang masih memerlukan rescheduling, membuat pihak perbankan lebih berhati-hati dan cenderung lebih berminat terhadap pembiayaan sektor UMKM. Dengan melihat optimisme dan prospek pengembangan sektor UKM, maka strategi pembiayaan kepada sektor UMKM mencakup 4 aspek yaitu; a) strategi untuk penguatan iklim investasi dan iklim usaha, b) strategi penguatan kemampuan kewirausahaan dan kegiatan usaha, c) strategi penguatan sektor keuangan khususnya perbankan untuk pembiayaan sektor UMKM, dan d) strategi untuk pengembangan infrastruktur. Khusus strategi ke empat dinilai cukup penting baik dalam akses ke informasi maupun untuk menilai besarnya resiko usaha sektor UMKM.
Menghadapi globalisasi, maka UKM harus mampu menumbuhkan keman-diriannya yaitu kemampuan untuk melakukan problem solving dengan bertumpu pada kemampuan dan kompetensi diri sendiri tanpa harus tergantung oleh pihak ke tiga. Berdasarkan kerangka ini pemerintah menetapkan program pembangunan UKM melalui pendekatan sentra UKM. Program ini dilengkapi dengan institusi pendamping BDS dan KSP/USP koperasi yang berfungsi sebagai institusi penyelenggara dukungan non finansial dan finansial kepada sentra, dan ketiga institusi ini yang kemudian dikenal dengan nama forum tiga. Pendekatan ini dianggap strategis khususnya perannya sebagai entry point bagi pengembangan kegiatan UKM yang cukup komplek. PP nomor 32 menga-manatkan bahwa proses pembinaan dan pengembangan UKM dapat dimulai dengan mengidentifikasi potensi dan masalah yang dihadapinya. Oleh karenanya Visi dari forum tiga adalah terwujudnya perkembangan kemampuan dan kompetensi sentra UKM yang bersangkutan dengan didukung oleh berkualitasnya layanan bisnis oleh BDS dan KSP/USP koperasi secara mandiri. Sedang misi yang diemban forum tiga adalah mengembangkan langkah pembinaan dalam proses pembangunan sentra UKM yang berdasarkan konsep UKM untuk UKM. Untuk efektifnya peran dan fungsi forum tiga maka pembinaannya diorientasikan untuk mengembangkan kualitas komponen forum tiga sebagai lembaga komunikasi dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengembangan sentra. Khusus bagi UKM yang dianggap belum mampu mengem-bangkan usahanya, maka peran forum tiga adalah menangani sisi demand, sementara sisi supply ditangani oleh pemerintah. Adanya keterpaduan/sinergisitas diantara ke tiga institusi ini diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian UKM yang pada gilirannya mampu bersaing dan bertarung dikancah global.
http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2025/editorial25.htm