TUGAS PEMASARAN UKM
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
Membangun Strategi Pemasaran Usaha Kecil
Permasalahan mendasar yang sering dihadapi pemilik Usaha Kecil adalah lemahnya penetrasi pasar dan kurang luasnya jangkauan wilayah pemasaran. Karena itu untuk memajukan usaha kecil yang memiliki daya saing yang kuat adalah dengan membangun strategi pemasaran yang baik dan tepat sasaran. Pemasaran merupakan upaya mengatur strategi dan cara agar konsumen mau mengeluarkan uang yang mereka miliki untuk menggunakan produk atau jasa yang dimiliki sebuah perusahaan, dalam hal ini usaha kecil dan menengah. Dengan strategi pemasaran yang baik posisi usaha kecil dan menengah menjadi kuat dan patut diperhitungkan dalam kegiatan ekonomi nasional yang akhirnya membawa keuntungan bagi usaha tersebut.
Strategi pemasaran berkaitan dengan bagaimana cara meyakinkan pembeli/pelanggan terhadap produk yang akan dijual. Untuk dapat meyakinkan pembeli si penjual harus memiliki keyakinan bahwa produk yang dijual memang patut dibeli. Karena itu perlu dipertimbangkan beberapa aspek dalam menentukan strategi pemasaran yang akan dijalankan.
Mendefinisikan Visi, Misi dan Tujuan Usaha Kecil
Membangun strategi pemasaran sebuah produk usaha kecil harus dimulai dari visi, misi dan tujuan perusahaan yang jelas dan akan diarahkan kemana. Visi , misi dan tujuan dimulai dari level top manajemen kemudian menurun ke level karyawan terendah. Di sinilah letak pentingnya seorang pemimpin dalam sebuah usaha yang mampu menggerakan dan mampu memberikan motivasi kepada pelaksana. Dalam konteks usaha kecil pemimpin usaha biasanya sekaligus pemilik usaha. Visi, misi dan tujuan ini akan membantu kita menentukan strategi pemasaran seperti apa yang akan diterapkan. Dengan tujuan yang jelas, strategi pemasaran yang diterapkan menjadi terukur, apakah sesuai target pemasaran,gagal, perlu penyempurnaan dan lain-lain.
Tujuan Pemasaran
Tujuan pemasaran atau marketing objective, adalah apa yang akan dicapai oleh perusahaan melalui bagian pemasaran
1. titik awalnya adalah konsumen target
2. fokusnya adalah kebutuhan konsumen
3. sasarannya adalah laba melalui kepuasan konsumen
4. caranya melalui paduan antara promosi dan komunikasi pemasaran komunikasi pemasaran terpadu
Kepuasan konsumen akan tercapai apabila perusahaan mampu untuk menyediakan consumer value package, yang berupa :
1. produknya : berkualitas dan memenuhi kebutuhan konsumen
2. harganya : dapat terjangkau oleh konsumen target
3. pelayanannya : kepada konsumen memuaskan
4. citra produknya : baik dari sudut pandang konsumen
Apabila kepuasan konsumen tersebut terpenuhi, maka hasil penjualan produknya akan meningkat, dan akhirnya tujuan pemasaran dapat tercapai, yaitu perolehan laba.
Sebaliknya, apabila perusahaan melalaikan kebutuhan konsumen dan hanya berfikir dari sudut pandang produsen saja, kemungkinan hasil penjualan produknya akan menurun, sehingga laba yang diperoleh minim, bahkan dapat terjadi adanya kerugian.
Kepuasan konsumen adalah segalanya bagi perusahaan yang berorientasi kepada pemasaran/marketing
Tujuan pembinaan UKM adalah untuk mengembangkan UKM menjadi lebih besar. Ada dua aspek pembinaan UKM yang harus diperhatikan adalah : 1. Sumber Daya Manusia (SDM). Yaitu Apakah dapat meningkatkan kualitas SDM atas usaha sendiri atau dorongan dari pihak luar. 2. Pengelolaan dalam arti praktik bisnis yang terdiri atas beberapa hal antara lain :
• Berencana
• Dilaksanakan
• Pengawasan
Dalam mengevaluasi pembinaan UKM a. Dimulai dengan proses peningkatan kemampuan mengelola (manajemen) dibidang pemasaran, keuangan dan personalia. b. Meningkatkan kemampuan kegiatn operasional c. Kemampuan dalam mengendalikan bisnis Apabila UKM sudah siap untuk bersaing terutama dalam perdagangan internasional, UKM harus mampu
• menerima dan mengadaptasi Teknologi
• Mampu melaksanakan inovasi Dalam mengadaptasi teknologi internasional harus diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
• Mengadaptasi dengan penguasan teknologi modern dan berdasarkan penguasaan teknologi tersebut dapat mengembangkan inovasi.
• Banyak UKM dalam kegiatan investasi dengan alih teknologi hanya mampu pada tingkat penguasaan teknologi dan tidak dapat mengembangkan inovasi.
• Maka teknologi yang dikuasai hanya untuk beberapa waktu dan tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan yang berkelanjutan. Apabila UKM dapat mengadaptasi, menguasai dan mengembangkan teknologi serta selalu menciptakan inovasi, maka hal tersebut akan memotivasi UKM untuk mengekspor produknya, maka UKM agar dapat memanfaatkan peluang pasar di luar harus dibantu kebijakan pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah yang mendukung, fasilitas infrastruktur yang memadai, kestabilan politik dan penegakan hukum yang adi; dan bersih. Dismping itu UKM yang memerlukan suatu badan atu lembaga yang selalu memerlukan informasi bisnis yang akurat dan terus-menerus. Perana BPEN sangat strategis untuk membantu dan mendorong kegiatan ekspor bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
Perlu diatasi Pembinaan UKM di Indonesia melaui pendekatan secara komprehensif integral dilakukan melalui pembinaan berbagai aspek antara lain :
• Pasar
• Modal
• Teknologi
• Manajemen secara menyeluruh mulai dari proses produksi hingga pemasaran dan dilakukan secara terpadu antar instansi.
TUJUAN PEMBINAAN UKM ADALAH :
1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar
2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur modal
3. Meningkatkan kemampuan orgnisasi dan manajemen
4. Meningkatkan akses dan penguasan teknologi
Sumber : Modul Manajemen UKM –UMB (www.docstoc.com)
Minggu, 21 November 2010
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UKM
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UKM dalam jangka panjang bertujuan:
Untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UKM daalm proses pembangunan nsional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mengwujudkan pemeratan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Sasaran dan pembinaan UKM
• Meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tngguh dan mandiri sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional.
• Meningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar dunia
• Seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antara golongan.
Jenis-jenis UKM berdasarkan entrepreneurship
• Memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship
• Tidak memiliki jiwa entrepreneurship
Berdasarkan jiwa entrepreneurship, UKM dibagi atas 4 bagian
1. LIVELIHOOD ACTIVITIES
• Katagori ini pada umumnya mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah
• Tidak memliki jiwa kewirausahaan
• Disebut sektor informal
• Di Indonesia katagori ini sangat banyak.
• Contoh : pedagang kaki lima
2. MICRO ENTERPRISE
• Lebih bersifat pengrajin dan tidak bersifat kewirausahaan
• Jumlah relatif besar Contoh : pengrajin perak, pengrajin batik
3. SMALL DYNAMIC ENTERPRISES
• UKM ini cukup memiliki jiwa kewirausahaan
• Jika dididik dan dilatih dengan baik maka sebagian dari UKM katagori ini akan masuk ke katagori keempat.
• Sudah mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
4. FAST MOVING ENTERPRISE
• Adalah UKM yang memiliki jiwa kewirausahaan,
• kelompok ini yang akan menghasilkan pengusaha skala menengah dan besar.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
Sumber : Modul Manajemen UKM - UMB (www.docstoc.com)
Untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UKM daalm proses pembangunan nsional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mengwujudkan pemeratan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Sasaran dan pembinaan UKM
• Meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tngguh dan mandiri sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional.
• Meningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar dunia
• Seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antara golongan.
Jenis-jenis UKM berdasarkan entrepreneurship
• Memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship
• Tidak memiliki jiwa entrepreneurship
Berdasarkan jiwa entrepreneurship, UKM dibagi atas 4 bagian
1. LIVELIHOOD ACTIVITIES
• Katagori ini pada umumnya mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah
• Tidak memliki jiwa kewirausahaan
• Disebut sektor informal
• Di Indonesia katagori ini sangat banyak.
• Contoh : pedagang kaki lima
2. MICRO ENTERPRISE
• Lebih bersifat pengrajin dan tidak bersifat kewirausahaan
• Jumlah relatif besar Contoh : pengrajin perak, pengrajin batik
3. SMALL DYNAMIC ENTERPRISES
• UKM ini cukup memiliki jiwa kewirausahaan
• Jika dididik dan dilatih dengan baik maka sebagian dari UKM katagori ini akan masuk ke katagori keempat.
• Sudah mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
4. FAST MOVING ENTERPRISE
• Adalah UKM yang memiliki jiwa kewirausahaan,
• kelompok ini yang akan menghasilkan pengusaha skala menengah dan besar.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
Sumber : Modul Manajemen UKM - UMB (www.docstoc.com)
Bagaimana kita menggunakan pemasaran untuk menarik lebih banyak konsumen?
Produk
Jangan berhenti mengembangkan produk Anda karena kebutuhan konsumen senantiasa berubah. Pekalah pada setiap perubahan permintaan, keluhan dan usulan konsumen.
Lokasi
Pastikan produk/jasa Anda mudah dijangkau oleh konsumen. Jika konsumen Anda harus menunggu di lokasi tempat produk/jasa Anda dijual, usahakan waktu-waktu menunggu menjadi saat yang tidak membosankan. Misalnya dengan menyediakan televisi, teh/kopi gratis, majalah dan lain-lain.
Harga
Pilihlah dengan seksama strategi harga yang akan diterapkan misalnya potongan harga khusus, sistem pembayaran yang fleksibel, beli satu gratis satu dan lain-lain. Jika Anda harus menjual dengan harga yang lebih mahal dari saingan, pastikan produk/jasa Anda jauh lebih baik.
Promosi
Sebagai pemilik UKM (Usaha Kecil Menengah) umumnya Anda dihadapkan pada anggaran yang terbatas untuk kegiatan pemasaran dan promosi. Tidak ada gunanya bersaing dengan perusahaan besar dalam hal kegiatan promosi karena anggaran pemasaran mereka jelas jauh lebih besar.
Layanan Konsumen
Peranan karyawan yang berhubungan langsung dengan konsumen adalah ujung tombak citra perusahaan dan produk/jasa Anda. Pastikan mereka memiliki pengetahuan yang cukup, kemampuan berkomunikasi yang baik serta sikap yang profesional ketika melayani konsumen.
(Sumber : portalukm.com)
Jangan berhenti mengembangkan produk Anda karena kebutuhan konsumen senantiasa berubah. Pekalah pada setiap perubahan permintaan, keluhan dan usulan konsumen.
Lokasi
Pastikan produk/jasa Anda mudah dijangkau oleh konsumen. Jika konsumen Anda harus menunggu di lokasi tempat produk/jasa Anda dijual, usahakan waktu-waktu menunggu menjadi saat yang tidak membosankan. Misalnya dengan menyediakan televisi, teh/kopi gratis, majalah dan lain-lain.
Harga
Pilihlah dengan seksama strategi harga yang akan diterapkan misalnya potongan harga khusus, sistem pembayaran yang fleksibel, beli satu gratis satu dan lain-lain. Jika Anda harus menjual dengan harga yang lebih mahal dari saingan, pastikan produk/jasa Anda jauh lebih baik.
Promosi
Sebagai pemilik UKM (Usaha Kecil Menengah) umumnya Anda dihadapkan pada anggaran yang terbatas untuk kegiatan pemasaran dan promosi. Tidak ada gunanya bersaing dengan perusahaan besar dalam hal kegiatan promosi karena anggaran pemasaran mereka jelas jauh lebih besar.
Layanan Konsumen
Peranan karyawan yang berhubungan langsung dengan konsumen adalah ujung tombak citra perusahaan dan produk/jasa Anda. Pastikan mereka memiliki pengetahuan yang cukup, kemampuan berkomunikasi yang baik serta sikap yang profesional ketika melayani konsumen.
(Sumber : portalukm.com)
Senin, 15 November 2010
Sebab-sebab Kegagalan Bisnis Usaha Kecil
Sebab-sebab Kegagaln Bisnis Usaha Kecil
Menurut Zimmerer (2002:18) ada beberapa hal yang sering menyebabkan kegagalan berdirinya perusahaan kecil, amtara lain :
1. Ketidakmampuan Manajemen
Dalam bisnis kecil, kurangnya pengalaman manajemen atau lemahnya kemampuan pengambilan keputusanmerupakan masalah utama dari kegagalan usaha. Pemilik usaha kurang memiliki kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan yang diperlukan agar bisnis bisa berjalan.
2. Kurang Pengalaman
Manajer bisnis kecil perlu memiliki pengalaman dalam budang usaha yang akan dimasukinya. Idealnya, calon wirausahawan harus memilki keterampilan teknis yang memadai (pengalaman kerja mengenai konsep pengoperasian fisik bisnis dan kemampuan konsep yang mencukupi), kemampuan mengkoordinasi berbagai kegiatan bisnis, serta keterampilan untuk mengelola orang-orang dalam organisasi serta memotivasi mereka untuk meningkatkan kinerja.
3. Lemahnya Kendali Keuangan
Kunci dari keberhasilan dari bisnis adalah adanya kendali keuangan yang baik. Sementara itu, perusahaan kecil seringkali melakukan dua kesalaha keuangan, yakni kekurangan modal dan kelemahandalam kebijakan kredit terhadap pelanggan.
4. Gagal mengembangkan Perencanaan yang Strategis
Tanpa memiliki suatu strategi yang didefinisikan dengan jelas, sebuah bisnis tidak memiliki dasar yang berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara keunggulan bersaing di pasar.
5. pertumbuhan Tidak Terkendali
Pertumbuhan merupakan sesuatu yang alamiah, sehat, dan didambakan oleh semua perusahaan. Namun demikian, pertumbuhan haruslah terencana dan terkendali. Hal itu dikarenakan cenderung meningkatnya berbagai masalah dengan berkembangnya perusahaan sehibgga manajer harus belajar menangani masalah-masalah tersebut.
6. Lokasai yang Buruk
Pemilihan lokasi yang tepat harus dipilih berdasarkan penelitian, pengamatan, dan perencanaan. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan besarnay biaya sewa yang harus dibayar. Beberapa pemilik bisnis seringkali memilih lokasi hanya dikarenakan adanya tempat yang kosong.
7. Pengendalian Persediaan yang Kurang Baik
Pada umunya, investasi terbesar yang harus dilakukan oleh manajer bisnis kecil adalah salah satu tanggung jawab menajerial yang penting. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok sehingga pelanggan merasa kecewa dan pergi.
8. Ketidakmapuan membuat Transisi Kewirausahaan.
Setelah berdiri dan berkembang, biasanya diperlukan adanya perubahan gaya manajemen yang secara drastis berbeda.
Sumber : Buku Manajemen Bisnis Retail
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Menurut Zimmerer (2002:18) ada beberapa hal yang sering menyebabkan kegagalan berdirinya perusahaan kecil, amtara lain :
1. Ketidakmampuan Manajemen
Dalam bisnis kecil, kurangnya pengalaman manajemen atau lemahnya kemampuan pengambilan keputusanmerupakan masalah utama dari kegagalan usaha. Pemilik usaha kurang memiliki kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan yang diperlukan agar bisnis bisa berjalan.
2. Kurang Pengalaman
Manajer bisnis kecil perlu memiliki pengalaman dalam budang usaha yang akan dimasukinya. Idealnya, calon wirausahawan harus memilki keterampilan teknis yang memadai (pengalaman kerja mengenai konsep pengoperasian fisik bisnis dan kemampuan konsep yang mencukupi), kemampuan mengkoordinasi berbagai kegiatan bisnis, serta keterampilan untuk mengelola orang-orang dalam organisasi serta memotivasi mereka untuk meningkatkan kinerja.
3. Lemahnya Kendali Keuangan
Kunci dari keberhasilan dari bisnis adalah adanya kendali keuangan yang baik. Sementara itu, perusahaan kecil seringkali melakukan dua kesalaha keuangan, yakni kekurangan modal dan kelemahandalam kebijakan kredit terhadap pelanggan.
4. Gagal mengembangkan Perencanaan yang Strategis
Tanpa memiliki suatu strategi yang didefinisikan dengan jelas, sebuah bisnis tidak memiliki dasar yang berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara keunggulan bersaing di pasar.
5. pertumbuhan Tidak Terkendali
Pertumbuhan merupakan sesuatu yang alamiah, sehat, dan didambakan oleh semua perusahaan. Namun demikian, pertumbuhan haruslah terencana dan terkendali. Hal itu dikarenakan cenderung meningkatnya berbagai masalah dengan berkembangnya perusahaan sehibgga manajer harus belajar menangani masalah-masalah tersebut.
6. Lokasai yang Buruk
Pemilihan lokasi yang tepat harus dipilih berdasarkan penelitian, pengamatan, dan perencanaan. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan besarnay biaya sewa yang harus dibayar. Beberapa pemilik bisnis seringkali memilih lokasi hanya dikarenakan adanya tempat yang kosong.
7. Pengendalian Persediaan yang Kurang Baik
Pada umunya, investasi terbesar yang harus dilakukan oleh manajer bisnis kecil adalah salah satu tanggung jawab menajerial yang penting. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok sehingga pelanggan merasa kecewa dan pergi.
8. Ketidakmapuan membuat Transisi Kewirausahaan.
Setelah berdiri dan berkembang, biasanya diperlukan adanya perubahan gaya manajemen yang secara drastis berbeda.
Sumber : Buku Manajemen Bisnis Retail
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Jumat, 05 November 2010
Bersyukur itu penting!
kmrn gw emang pengen bgt kluar, gak tau knp gw diajak ketempat semak2 belukar,dan anehnya pas gw liat dibalik itu.. Masya Allah karunia yg Kau berikan begitu indah.. ternyata ada ladang sayur2an yang luaaaaas bgt,emang sih ga semua sayur di tanem disitu tp buat gw itu menarik.coz mana ada komplek perumahan ada lahan seluas itu..
gak taunya yg nanem temennya ... gw :)
gw salut sama dy, cz dy emang mau bergaul sama sapa aja termasuk sama bapak itu..
di seluas lahan itu ada gubuk kecil yang ternyata kepunyaan si bapak itu,beliau tinggal ber3 dengan istri & seorang ank laki2nya,sambil gw berkeliling ngeliatin sayuran + metikin gak sengaja gw tanya ke ank itu "dik,sekolah dimana?kelas berapa?" dia jawab "saya gak sekolah mba' bapak ibu gak punya uang"
hati gw gak tau knp lngsung terketuk," Ya Allah harusnya aku bersyukur padaMu.."
ank itu bagian dari motivasi gw untuk cpt lu2s kuliah,dan gw gak bakal nyia2in kesempatan ini amin..
gak taunya yg nanem temennya ... gw :)
gw salut sama dy, cz dy emang mau bergaul sama sapa aja termasuk sama bapak itu..
di seluas lahan itu ada gubuk kecil yang ternyata kepunyaan si bapak itu,beliau tinggal ber3 dengan istri & seorang ank laki2nya,sambil gw berkeliling ngeliatin sayuran + metikin gak sengaja gw tanya ke ank itu "dik,sekolah dimana?kelas berapa?" dia jawab "saya gak sekolah mba' bapak ibu gak punya uang"
hati gw gak tau knp lngsung terketuk," Ya Allah harusnya aku bersyukur padaMu.."
ank itu bagian dari motivasi gw untuk cpt lu2s kuliah,dan gw gak bakal nyia2in kesempatan ini amin..
Selasa, 02 November 2010
Mengenai Usaha Kecil
Usaha Kecil menurut surat edaran BI No 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK)adalah usaha yang memiliki total aset Rp 600.000.000,- tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil itu meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta, dan koperasi, sepanjang aset tidak melebihi nilai Rp600.000.000,-
Sedangkan berdasarkan UU No. 9/1995 pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan seperti kepemilikan.
Karakteristik Usaha Kecil
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar.
2. Margin yang cenderung tipis mengingat persaungan yang sangat tinggi.
3. Modal terbatas.
4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan yang masih sangat terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan ditekannya biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya.
Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil
Keunggulan Usaha Kecil
1. Usaha kecil bertebaran di seluruh pelosok dengan berbagai ragam bidang usaha.
2. Usaha kecil beroperasi dengan investasi modaluntuk aktiva tetap pada tingkat yang rendah.
3. Sebagian besar usaha kecil bisa dikatakan padat karya yang disebabkan oleh pengguna teknologi sederhana.
Kelemahan Usaha kecil
1. Kemungkinan kerugian pada saat investasi awal.
2. Pendapatan yang tidak teratur.
3. Diperlukan adanya kerja keras dan waktu yang lama sebelum usaha berkembang.
4. Kualitas kehidupan yang tetap rendah meskipun usahanya mantap.
Sumber materi dari : Buku Manajemen Bisnis Ritel
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Sedangkan berdasarkan UU No. 9/1995 pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan seperti kepemilikan.
Karakteristik Usaha Kecil
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar.
2. Margin yang cenderung tipis mengingat persaungan yang sangat tinggi.
3. Modal terbatas.
4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan yang masih sangat terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan ditekannya biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya.
Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil
Keunggulan Usaha Kecil
1. Usaha kecil bertebaran di seluruh pelosok dengan berbagai ragam bidang usaha.
2. Usaha kecil beroperasi dengan investasi modaluntuk aktiva tetap pada tingkat yang rendah.
3. Sebagian besar usaha kecil bisa dikatakan padat karya yang disebabkan oleh pengguna teknologi sederhana.
Kelemahan Usaha kecil
1. Kemungkinan kerugian pada saat investasi awal.
2. Pendapatan yang tidak teratur.
3. Diperlukan adanya kerja keras dan waktu yang lama sebelum usaha berkembang.
4. Kualitas kehidupan yang tetap rendah meskipun usahanya mantap.
Sumber materi dari : Buku Manajemen Bisnis Ritel
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Senin, 01 November 2010
tugas pemasaran UKM ke 2
TUGAS PEMASARAN UKM
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas : 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
UKM merupakan sektor usaha yang berperan langsung dengan aktifitas ekonomi masyarakat sehari-hari. Dalam bidang usahanya yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, UKM tidak jarang harus hidup dengan cara gali lubang tutup lubang. Sangat minim bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengalami sentuhan manajemen usaha, segala sesuatunya berjalan begitu saja, sebagai suatu komitmen untuk menghidupi keluarga, melayani sesama, memberikan pekerjaan kepada saudara atau tetangga. Tidak heran sektor ini paling sering dikelompokkan sebagai kelompok yang tidak memenuhi syarat untuk pelayanan kredit di bidang perbankan (bankable).
Meskipun tidak bankable, selalu saja ada pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya, baik itu secara individual, sebagai suatu usaha bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, ada pula yang secara terang-terangan berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan mengenakan bunga pinjaman yang sangat tinggi. Pihak-pihak tersebut ada yang operasionalnya memiliki landasan hukum, ada pula yang sama sekali tidak.
Sangat disayangkan memang, UKM yang diakui peranannya dalam mengerakkan perekonomian, sering kali merupakan pihak yang sangat lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber modal/dana. Gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara kasat mata memang masih banyak nasib UKM yang cukup miris. Ada cukup banyak pula UKM yang sudah relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari Bank.
Kondisi seperti ini sebenarnya juga disadari dan diidentifikasi oleh beberapa lembaga keuangan besar, sebagai peluang penyaluran kredit yang potensial. UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.
Ada beberapa pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih besar, kuat dan mandiri. Diantaranya Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau mulai dikenal sebagai Credit Union (CU), Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). CU sangat aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan kepada masyarakat, sekaligus sebagai sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya banyak memberikan edukasi manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman modal dari Bank. BRI sebagai bank yang tertua di Indonesia, adalah bank yang paling dikenal dan tersebar luas untuk melayani transaksi perbankan sampai masyarakat perdesaan, meskipun belakangan juga sangat aktif mengarap transaksi-transaksi besar di perkotaan.
Saatnya kini menghadirkan lebih banyak lembaga keuangan/pembiayaan yang dikelola secara profesional dan mampu melayani kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, khususnya UKM, sehingga perekonomian daerah maupun nasional menjadi kokoh ditopang oleh UKM-UKM yang kuat dan mandiri.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Eksistensi Usaha kecil & Menengah
Definisi
Di dalam UU No. 9/1999 tersebut ditetapkan bahwa Usaha Kecil (UK) adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp. 200 juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar. Sedangkan, menurut Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/1999 tersebut, Usaha Menengah (UM) adalah suatu unit usaha dengan nilai asset neto (di luar tanah dan gedung) antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar; di atas itu adalah Usaha Besar (UB). Menurut BPS (2000), Industri Kecil (IK) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang yang paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Sedangkan, Industri Rumah Tangga (IRT) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di dalam kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih dari 20 orang.
Struktur Dualistis
Dibandingkan IK, IRT pada umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern: tidak ada pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas. Sebagian IRT terdapat di daerah pedesaan, dan kegiatan produksinya pada umumnya musiman erat kaitannya dengan siklus kegiatan di sektor pertanian. Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT karena pada umumnya pemilik usaha/pengusaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT berprofesi sebagai petani atau buruh tani.
Jumlah Unit Usaha.
Tahun 1998, jumlah IK dan IRT di atas 2,5 juta unit, dan merupakan bagian terbesar (99,26%) dari keseluruhan jumlah unit usaha di sektor industri manufaktur. Pada tahun 2000 kelompok usaha ini masih merupakan bagian terbesar, walaupun persentasenya sedikit menurun menjadi 99,10 %. Jumlah IK sendiri pada tahun 2000 tercatat 194 ribu unit lebih yang tersebar di semua subsektor manufaktur. Kelompok-kelompok industri yang menjadi konsentrasi IK adalah industri makanan, minuman dan tembakau , industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, dan industri kayu dan barang dari kayu, bamboo, rotan, rumput, dan sejenisnya. IK dan IRT di Indonesia secara tradisional memiliki spesialisasi di jenis-jenis industri yang membuat barang-barang sederhana dengan kandungan teknologi rendah.
Pengusaha : Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin.
Sebagian besar pengusaha IK dan IRT hanya berpendidikan SD ke bawah, sekitar 80,5 %, dan di antaranya 37 % lebih tidak tamat. Sedangkan jumlah pengusaha yang memiliki pendidikan SLTP dan SLTA dan Diploma (D1 dan D2) masing-masing hanya sekitar 11,27 % dan 7,62 %. Yang memiliki D3 ke atas tidak sampai 50 % dari jumlah pengusaha IK dan IRT. Struktur pendidikan dari pengusaha IK dengan yang dimiliki oleh pengusaha IRT tidak jauh berbeda.
Produktivitas dan Kontribusi Output
Tingkat produktivitas dan kontribusi output adalah suatu variabel penting yang terkait, dalam arti peningkatan produktivitas dari salah satu faktor produksi, atau dari semua faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu industri untuk membuat kontribusi output dari industri tersebut meningkat terhadap misalnya pembentukan PDB. Oleh sebab itu tingkat produktivitas dari suatu industri atau perusahaan sering digunakan sebagai salah satu indikator penting untuk mengukur kinerja industri/perusahaan tersebut, misalnya tingkat efisiensinya. Produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT jauh lebih rendah dibandingkan di IM dan IB; demikian juga perbedaan dalam pangsa output antara kelompok pertama dengan kedua tersebut sangat besar. Selain untuk mengukur efisiensi, perkembangan produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT juga menunjukkan apakah golongan industri tersebut yang relatif padat karya dibandingkan IM dan IB berarti sekali bagi perekonomian nasional.
Struktur Modal
Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Dalam banyak studi/literatur sering disebut bahwa modal sering menjadi faktor penghambat uatama bagi perkembangan usaha atau pertumbuhan output IK dan IRT, karena kelompok unit usaha ini, seperti yang juga dialami oleh banyak UK di sektor-sektor lainnya, sering mengalami keterbatasan modal. Struktur modal usaha IK dan IRT secara bersama pada tahun 2000 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok unit usaha ini dibiayai oleh modal sendiri, sedangkan jumlah unit usaha yang memakai modal sendiri dan pinjaman hanya sedikit. Antara IK dan IRT terdapat perbedaan, walaupun tetap menunjukkan pola hampir serupa, dimana banyaknya usaha IK yang sepenuhnya menggunakan modal sendiri hampir 78 %. Sedangkan sebagian dari kebutuhan finansial dibiayai dengan pinjaman, dalam kelompok IRT persentasenya lebih kecil (12,16%) dibandingkan kelompok IK (23,43%).
Efisiensi
Selain produktivitas, tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi atau input juga merupakan salah satu indikator penting dari kinerja suatu perusahaan atau industri. Semakin sedikit penggunaan input untuk membuat output dalam jumlah tertentu, semakin tinggi tingkat efisiensi dari penggunaan input tersebut. Dalam hal efisiensi, data BPS 2000 menunjukkan bahwa ternyata kinerja IRT ternyata lebih baik daripada IK (47,40 banding 61,62); walaupun secara disagregat ada variasi menurut subsektor. Nilai tambah IK terkonsentrasi di subsektor-subsektor pertanian sampai pertambangan, dan ini dapat dipakai sebagai salah satu indikator yang menunjukkan bahwa spesialisasi IK adalah di subsektor-subsektor tersebut; sedangkan IRT mempunyai spesialisasi di subsektor pertanian dan subsektor manufaktur.
Sifat Permasalahan.
Ada beberapa masalah yang umum dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal keja dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku yang kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). Dua masalah eksternal yang oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke bank dan distorsi pasar (output maupun input) yang disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah yang tidak kondusif, yang disengaja maupun tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar, termasuk investor asing (PMA). Dalam kondisi seperti ini, faktor-faktor seperti penguasaan teknologi dan informasi, modal yang cukup, termasuk untuk melakukan inovasi dalam produk dan proses produksi, Pembaharuan mesin dan alat-alat produksi, dan untuk melakukan kegiatanpromosi yang luas dan agresif, pekerja dengan keterampilan yang tinggi, dan manajer dengan entrepreneurship dan tingkat keterampilan yang tinggi dalam business management serta memiliki wawasan yang luas menjadi faktor-faktor yang sangat penting, untuk paling tidak mempertahankan tingkat daya saing global.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006.
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21 UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UK M yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
1. Inti Plasma,
2. Subkontrak,
3. Dagang Umum,
4. Keagenan, dan
5. Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah :
1. Meningkatkatnya produktivitas,
2. Efisiensi,
3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas,
4. Menurunkan resiko kerugian,
5. Memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.
Kemanfaatan kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah berperan aktif dalam pertumbuhan ekonomi di masyarakat, dengan jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan pengusaha yang besar yang ada, yaitu usaha mikro, kecil dan tidak dapat diklasifikasi sebesar 1.945.653 (85,24 persen), usaha menengah 121.775 (5,33 persen) dan usaha besar 19.803 (0,87 persen).
Secara umum kegiatan usaha mikro dan kecil relatif memerlukan modal yang kecil dan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, namun memberikan devisa bagi negara. Dengan kata lain pengusaha mikro yang ada di tengah masyarakat masih sedikit yang mampu mengekspor produknya ke luar negeri. Usaha mikro dan kecil masih tetap eksis dengan keberadaannya dan masih mampu untuk melakukan kegiatan ekonomi di tengah-tengah masyarakat.
Program pokok Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI Tahun 2009 dan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Sumut dan Renstra 2005-2009 ada lima program seperti program penciptaan iklim usaha KUKM, program pengembangan sistem pendukung usaha bagi KUKM, program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUKM, program pemberdayaan usaha skala mikro dan program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Untuk memberhasilkan lima program tersebut telah dilaksanakan program dan kegiatan seperti program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro (P3KUM) dengan tujuan untuk mewujudkan tersedianya fasilitas pembiayaan khususnya bagi usaha mikro dan kecil melalui koperasi, fasilitasi pembiayaan melalui P3KUM berupa pinjaman dana bergulir dengan sasaran setiap kecamatan koperasi melalui KSP. Program Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera (Perkassa) dimaksudkan untuk memperluas akses permodalan bagi usaha mikro khususnya yang dikelola perempuan sebagai kekuatan baru dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) dimaksudkan untuk menyediakan akses pembiayaan dan pembinaan bagi KUMKM yang usahanya layak tapi belum memenuhi kriteria perbankan umum dan dapat dilayani oleh LPDB melalui kemampuan permodalan KSP/USP. Serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) diperuntukkan kepada KUMKM untuk pengembangan usahanya tanpa agunan yang dijamin oleh Askrindo dan Sarana Usaha Penjaminan (SUP) 70 persen dan bank pelaksana 30 persen. Adapun bank pelaksanaan seperti BRI, BTN, Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah dan Bank Bukopin.
Adapun tujuan program perkuatan adalah memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah serta koperasi. Memperkuat peran dan posisi koperasi, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal serta memperluas kesempatan kerja dan mendukung upaya pengentasan kemiskinan.
Daftar Pustaka
- infoukm.wordpress.com
- wartawarga.gunadarma.ac.id
- hariansib.com
- waspada.co.id
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas : 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
UKM merupakan sektor usaha yang berperan langsung dengan aktifitas ekonomi masyarakat sehari-hari. Dalam bidang usahanya yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, UKM tidak jarang harus hidup dengan cara gali lubang tutup lubang. Sangat minim bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengalami sentuhan manajemen usaha, segala sesuatunya berjalan begitu saja, sebagai suatu komitmen untuk menghidupi keluarga, melayani sesama, memberikan pekerjaan kepada saudara atau tetangga. Tidak heran sektor ini paling sering dikelompokkan sebagai kelompok yang tidak memenuhi syarat untuk pelayanan kredit di bidang perbankan (bankable).
Meskipun tidak bankable, selalu saja ada pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya, baik itu secara individual, sebagai suatu usaha bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, ada pula yang secara terang-terangan berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan mengenakan bunga pinjaman yang sangat tinggi. Pihak-pihak tersebut ada yang operasionalnya memiliki landasan hukum, ada pula yang sama sekali tidak.
Sangat disayangkan memang, UKM yang diakui peranannya dalam mengerakkan perekonomian, sering kali merupakan pihak yang sangat lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber modal/dana. Gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara kasat mata memang masih banyak nasib UKM yang cukup miris. Ada cukup banyak pula UKM yang sudah relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari Bank.
Kondisi seperti ini sebenarnya juga disadari dan diidentifikasi oleh beberapa lembaga keuangan besar, sebagai peluang penyaluran kredit yang potensial. UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.
Ada beberapa pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih besar, kuat dan mandiri. Diantaranya Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau mulai dikenal sebagai Credit Union (CU), Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). CU sangat aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan kepada masyarakat, sekaligus sebagai sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya banyak memberikan edukasi manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman modal dari Bank. BRI sebagai bank yang tertua di Indonesia, adalah bank yang paling dikenal dan tersebar luas untuk melayani transaksi perbankan sampai masyarakat perdesaan, meskipun belakangan juga sangat aktif mengarap transaksi-transaksi besar di perkotaan.
Saatnya kini menghadirkan lebih banyak lembaga keuangan/pembiayaan yang dikelola secara profesional dan mampu melayani kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, khususnya UKM, sehingga perekonomian daerah maupun nasional menjadi kokoh ditopang oleh UKM-UKM yang kuat dan mandiri.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Eksistensi Usaha kecil & Menengah
Definisi
Di dalam UU No. 9/1999 tersebut ditetapkan bahwa Usaha Kecil (UK) adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp. 200 juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar. Sedangkan, menurut Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/1999 tersebut, Usaha Menengah (UM) adalah suatu unit usaha dengan nilai asset neto (di luar tanah dan gedung) antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar; di atas itu adalah Usaha Besar (UB). Menurut BPS (2000), Industri Kecil (IK) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang yang paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Sedangkan, Industri Rumah Tangga (IRT) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di dalam kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih dari 20 orang.
Struktur Dualistis
Dibandingkan IK, IRT pada umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern: tidak ada pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas. Sebagian IRT terdapat di daerah pedesaan, dan kegiatan produksinya pada umumnya musiman erat kaitannya dengan siklus kegiatan di sektor pertanian. Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT karena pada umumnya pemilik usaha/pengusaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT berprofesi sebagai petani atau buruh tani.
Jumlah Unit Usaha.
Tahun 1998, jumlah IK dan IRT di atas 2,5 juta unit, dan merupakan bagian terbesar (99,26%) dari keseluruhan jumlah unit usaha di sektor industri manufaktur. Pada tahun 2000 kelompok usaha ini masih merupakan bagian terbesar, walaupun persentasenya sedikit menurun menjadi 99,10 %. Jumlah IK sendiri pada tahun 2000 tercatat 194 ribu unit lebih yang tersebar di semua subsektor manufaktur. Kelompok-kelompok industri yang menjadi konsentrasi IK adalah industri makanan, minuman dan tembakau , industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, dan industri kayu dan barang dari kayu, bamboo, rotan, rumput, dan sejenisnya. IK dan IRT di Indonesia secara tradisional memiliki spesialisasi di jenis-jenis industri yang membuat barang-barang sederhana dengan kandungan teknologi rendah.
Pengusaha : Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin.
Sebagian besar pengusaha IK dan IRT hanya berpendidikan SD ke bawah, sekitar 80,5 %, dan di antaranya 37 % lebih tidak tamat. Sedangkan jumlah pengusaha yang memiliki pendidikan SLTP dan SLTA dan Diploma (D1 dan D2) masing-masing hanya sekitar 11,27 % dan 7,62 %. Yang memiliki D3 ke atas tidak sampai 50 % dari jumlah pengusaha IK dan IRT. Struktur pendidikan dari pengusaha IK dengan yang dimiliki oleh pengusaha IRT tidak jauh berbeda.
Produktivitas dan Kontribusi Output
Tingkat produktivitas dan kontribusi output adalah suatu variabel penting yang terkait, dalam arti peningkatan produktivitas dari salah satu faktor produksi, atau dari semua faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu industri untuk membuat kontribusi output dari industri tersebut meningkat terhadap misalnya pembentukan PDB. Oleh sebab itu tingkat produktivitas dari suatu industri atau perusahaan sering digunakan sebagai salah satu indikator penting untuk mengukur kinerja industri/perusahaan tersebut, misalnya tingkat efisiensinya. Produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT jauh lebih rendah dibandingkan di IM dan IB; demikian juga perbedaan dalam pangsa output antara kelompok pertama dengan kedua tersebut sangat besar. Selain untuk mengukur efisiensi, perkembangan produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT juga menunjukkan apakah golongan industri tersebut yang relatif padat karya dibandingkan IM dan IB berarti sekali bagi perekonomian nasional.
Struktur Modal
Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Dalam banyak studi/literatur sering disebut bahwa modal sering menjadi faktor penghambat uatama bagi perkembangan usaha atau pertumbuhan output IK dan IRT, karena kelompok unit usaha ini, seperti yang juga dialami oleh banyak UK di sektor-sektor lainnya, sering mengalami keterbatasan modal. Struktur modal usaha IK dan IRT secara bersama pada tahun 2000 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok unit usaha ini dibiayai oleh modal sendiri, sedangkan jumlah unit usaha yang memakai modal sendiri dan pinjaman hanya sedikit. Antara IK dan IRT terdapat perbedaan, walaupun tetap menunjukkan pola hampir serupa, dimana banyaknya usaha IK yang sepenuhnya menggunakan modal sendiri hampir 78 %. Sedangkan sebagian dari kebutuhan finansial dibiayai dengan pinjaman, dalam kelompok IRT persentasenya lebih kecil (12,16%) dibandingkan kelompok IK (23,43%).
Efisiensi
Selain produktivitas, tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi atau input juga merupakan salah satu indikator penting dari kinerja suatu perusahaan atau industri. Semakin sedikit penggunaan input untuk membuat output dalam jumlah tertentu, semakin tinggi tingkat efisiensi dari penggunaan input tersebut. Dalam hal efisiensi, data BPS 2000 menunjukkan bahwa ternyata kinerja IRT ternyata lebih baik daripada IK (47,40 banding 61,62); walaupun secara disagregat ada variasi menurut subsektor. Nilai tambah IK terkonsentrasi di subsektor-subsektor pertanian sampai pertambangan, dan ini dapat dipakai sebagai salah satu indikator yang menunjukkan bahwa spesialisasi IK adalah di subsektor-subsektor tersebut; sedangkan IRT mempunyai spesialisasi di subsektor pertanian dan subsektor manufaktur.
Sifat Permasalahan.
Ada beberapa masalah yang umum dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal keja dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku yang kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). Dua masalah eksternal yang oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke bank dan distorsi pasar (output maupun input) yang disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah yang tidak kondusif, yang disengaja maupun tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar, termasuk investor asing (PMA). Dalam kondisi seperti ini, faktor-faktor seperti penguasaan teknologi dan informasi, modal yang cukup, termasuk untuk melakukan inovasi dalam produk dan proses produksi, Pembaharuan mesin dan alat-alat produksi, dan untuk melakukan kegiatanpromosi yang luas dan agresif, pekerja dengan keterampilan yang tinggi, dan manajer dengan entrepreneurship dan tingkat keterampilan yang tinggi dalam business management serta memiliki wawasan yang luas menjadi faktor-faktor yang sangat penting, untuk paling tidak mempertahankan tingkat daya saing global.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006.
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21 UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UK M yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
1. Inti Plasma,
2. Subkontrak,
3. Dagang Umum,
4. Keagenan, dan
5. Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah :
1. Meningkatkatnya produktivitas,
2. Efisiensi,
3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas,
4. Menurunkan resiko kerugian,
5. Memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.
Kemanfaatan kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah berperan aktif dalam pertumbuhan ekonomi di masyarakat, dengan jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan pengusaha yang besar yang ada, yaitu usaha mikro, kecil dan tidak dapat diklasifikasi sebesar 1.945.653 (85,24 persen), usaha menengah 121.775 (5,33 persen) dan usaha besar 19.803 (0,87 persen).
Secara umum kegiatan usaha mikro dan kecil relatif memerlukan modal yang kecil dan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, namun memberikan devisa bagi negara. Dengan kata lain pengusaha mikro yang ada di tengah masyarakat masih sedikit yang mampu mengekspor produknya ke luar negeri. Usaha mikro dan kecil masih tetap eksis dengan keberadaannya dan masih mampu untuk melakukan kegiatan ekonomi di tengah-tengah masyarakat.
Program pokok Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI Tahun 2009 dan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Sumut dan Renstra 2005-2009 ada lima program seperti program penciptaan iklim usaha KUKM, program pengembangan sistem pendukung usaha bagi KUKM, program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUKM, program pemberdayaan usaha skala mikro dan program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Untuk memberhasilkan lima program tersebut telah dilaksanakan program dan kegiatan seperti program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro (P3KUM) dengan tujuan untuk mewujudkan tersedianya fasilitas pembiayaan khususnya bagi usaha mikro dan kecil melalui koperasi, fasilitasi pembiayaan melalui P3KUM berupa pinjaman dana bergulir dengan sasaran setiap kecamatan koperasi melalui KSP. Program Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera (Perkassa) dimaksudkan untuk memperluas akses permodalan bagi usaha mikro khususnya yang dikelola perempuan sebagai kekuatan baru dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) dimaksudkan untuk menyediakan akses pembiayaan dan pembinaan bagi KUMKM yang usahanya layak tapi belum memenuhi kriteria perbankan umum dan dapat dilayani oleh LPDB melalui kemampuan permodalan KSP/USP. Serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) diperuntukkan kepada KUMKM untuk pengembangan usahanya tanpa agunan yang dijamin oleh Askrindo dan Sarana Usaha Penjaminan (SUP) 70 persen dan bank pelaksana 30 persen. Adapun bank pelaksanaan seperti BRI, BTN, Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah dan Bank Bukopin.
Adapun tujuan program perkuatan adalah memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah serta koperasi. Memperkuat peran dan posisi koperasi, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal serta memperluas kesempatan kerja dan mendukung upaya pengentasan kemiskinan.
Daftar Pustaka
- infoukm.wordpress.com
- wartawarga.gunadarma.ac.id
- hariansib.com
- waspada.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)