Usaha Bubur Ayam
Usaha bubur ayam adalah usaha mengolah bahan makanan siap jadi untuk dinikmati pelanggan. Bubur ayam juga dipergunakan sebagai bahan makanan bagi mereka yang sedang bermasalah dengan pencernaanya. Bila seseorang sedang sakit dan dirawat dirumah sakit, maka bubur ayamlah yang menjadi menu makanan utamanya.
Pekerjaan membuat bubur ayam tidak sesulit membuat kue karena setiap orang dapat membuat bubur dengan cara menanak beras dengan air yang sangat banyak dan diperlukan beberapa bahan yang dibutuhkan misalnya bawang merah untuk bawang goreng serta daun seledri diiris kecil yang digunakan untuk pewangi bubur, lada, kecap asin, cakwe, sambal, kerupuk tentunya tak lupa ayam yang disuwir. Jika ingin menambah lengkap semanguk bubur tinggal di tambahi sate usus, ati ampela serta sate telur puyuh.
Untuk melakukan usaha ini, ibu rumah tangga dapat melakukan penjualan dengan mengumpulkan pekerja yang mau berjualan di tempat-tempat dimana ada orang berkumpul atau berolahraga. Kebiasaan menetap atau menyewa disatu tempat juga dapat dilakukan sehingga orang-orang yang berada di dekat rumah juga dapat membeli dan menikmati bubur tersebut. Selain itu, investor juga dapat menggunakan sepeda atau sepeda motor untuk berjualan. Selain tidak mengeluarkan banyak modal untuk menyewa tempat dengan menggunakan kendaraan tersebut lebih efektif karena dapat mengelilingi kompleks yang belum pernah dikunjungi.
Investor juga dapat melakukan suatu promosi misalnya dengan mengedarkan brosur kepada setiap rumah dan pastinya warung tersebut diberi plang beserta tulisan untuk memperkenalkan usaha ini. Tentunya usaha ini harus dimulai dengan niat dan dilakukan dengan tekun serta jangan putus asa. Karena jiwa seorang wirausaha tidak pantang menyerah.
Sumber : Buku wirausaha Bisnis UKM
Penulis : Adler Haymas Manurung.
Rabu, 22 Desember 2010
Jumat, 10 Desember 2010
Langkah Untuk Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil
Langkah yang Dapat Ditempuh Untuk Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :
1. Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.
2. Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
3. UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini memungkinkan UKM mudah untuk pindah dari usaha yang satu ke usaha lain, hambatan keluar-masuk tidak ada.
4. Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar, proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat. Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya tidak terlalu besar.
5. Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.
http://www.fe.trisakti.ac.id/pusatstudi_industri/PUSAT/STUDY/TULUS TAMBUNAN/Pusat Studi/Working/Paper/WP9.pdf
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut.
Alasan-alasan UKM bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis adalah :
1. Sebagian besar UKM memperoduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan.
2. Sebagian besar UKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
3. UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM mempunyai spesialisasi produksi yang ketat. Hal ini memungkinkan UKM mudah untuk pindah dari usaha yang satu ke usaha lain, hambatan keluar-masuk tidak ada.
4. Reformasi menghapuskan hambatan-hambatan di pasar, proteksi industri hulu dihilangkan, UKM mempunyai pilihan lebih banyak dalam pengadaan bahan baku. Akibatnya biaya produksi turun dan efisiensi meningkat. Tetapi karena bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi, maka pengaruhnya tidak terlalu besar.
5. Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerja-pekerjanya. Para penganggur tersebut memasuki sektor informal, melakukan kegiatan usaha yang umumnya berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat.
http://www.fe.trisakti.ac.id/pusatstudi_industri/PUSAT/STUDY/TULUS TAMBUNAN/Pusat Studi/Working/Paper/WP9.pdf
Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil
Mengatasi Permasalahan Usaha Kecil
Begitu Banyak permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia . Padahal dalam perekonomian Indonesia,Usaha Kecil Dan menengah (UKM) secara kuantitas memiliki jumlah yang mayoritas. Akan tetapi jika seluruh aset dan Omzet Usaha Kecil Dan Menengah tersebut digabungkan belum tentu bisa menyamai satu perusahaan besar nasional. Di lain sisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain Usaha Kecil berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Ada beberapa permasalahan sehingga kondisi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia berada pada kondisi yang demikian. Permasalahan yang timbul dari Faktor internal Usaha Kecil Dan Menengah sendiri maupun permasalahan yang berasal dari Faktor eksternal.
Permasalahan Internal Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
2.1. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
2.2. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
2.3. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
Permasalahan Eksternal Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
http://galeriukm.web.id/artikel-usaha/mengatasi-permasalahan-usaha-kecil
Begitu Banyak permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia . Padahal dalam perekonomian Indonesia,Usaha Kecil Dan menengah (UKM) secara kuantitas memiliki jumlah yang mayoritas. Akan tetapi jika seluruh aset dan Omzet Usaha Kecil Dan Menengah tersebut digabungkan belum tentu bisa menyamai satu perusahaan besar nasional. Di lain sisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain Usaha Kecil berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Ada beberapa permasalahan sehingga kondisi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia berada pada kondisi yang demikian. Permasalahan yang timbul dari Faktor internal Usaha Kecil Dan Menengah sendiri maupun permasalahan yang berasal dari Faktor eksternal.
Permasalahan Internal Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
2.1. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
2.2. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko. Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
2.3. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
Permasalahan Eksternal Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
http://galeriukm.web.id/artikel-usaha/mengatasi-permasalahan-usaha-kecil
Tugas Pemasaran UKM ke 4 (Produk danJasa UKM)
TUGAS PEMASARAN UKM
Produk dan Jasa UKM
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas : 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
Pengembangan Sektor UKM dalam Produk dan Jasa
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.
Keunggulan Produk dan Jasa UKM
Sebagai suatu lembaga yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kepada UKM, Kementerian Koperasi dan UKM perlu mengembangkan berbagai strategi kebijakan untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan UKM agar dapat bersaing dengan pelaku bisnis lainnya baik di dalam negeri, maupun di luar negeri. Mencermati hal tersebut dan dengan memilih fokus muatan seperti tertera di atas, media ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan referensi bagi upaya pengembangan dan penyusunan kebijakan yang diperlukan dalam memberdayakan UKM setidaknya sampai dengan tahun 2010 mendatang.
Berbagai sumbangan pemikiran, gagasan dan analisis yang disajikan para penulis dalam majalah ini, banyak membahas mengenai strategi yang harus dilakukan UKM ke depan. Sedikitnya ada tiga faktor utama yang perlu mendapat perhatian, yakni; pertama, bagaimana memperkuat faktor internal UKM yang selama ini menjadi kendala pengembangan kinerja UKM; kedua, bagaimana peran Pemerintah dalam menyikapi kendala eksternal yang ditimbulkan dari pengaruh globalisasi, dan ketiga, upaya-upaya yang perlu dilakukan Pemerintah dalam meningkatkan dinamika perkembangan UKM. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah yang mengarah pada market driven policy dengan dukungan iklim usaha yang kondusif merupakan arena persiapan bagi UKM menghadapi pasar bebas. Modal dasar mengembangkan UKM menghadapi pasar bebas yaitu menciptakan iklim usaha yang kondusif, menguatkan daya saing UKM dengan meningkatkan akses kepada kualitas jasa non keuangan dan meningkatkan akses UKM pada jasa keuangan. Dalam jangka pendek pengembangan UKM sebaiknya diarah pada upaya pengembangan produk yang memiliki karakteristik khusus (niche produk) untuk mengisi ceruk pasar.
Mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang semakin komplek sebagai imbas dari arus global, khususnya yang berhubungan dengan pemasaran tidak akan mungkin dipecahkan oleh UKM itu sendiri. Bagaimanapun juga masih sangat diperlukan peran dan dukungan pemerintah dalam meningkatkan daya saing UKM. Perumusan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan daya saing tersebut dicermati oleh salah satu penulis melalui pendekatan analisis strategi generik (generic strategies) dari Porter, yaitu merupakan kombinasi keunggulan bersaing (competitive advantage) dan lingkungan bersaing (competitive scope). Salah satu contoh adalah bagi produk yang tidak memerlukan teknologi yang canggih dalam pengelolaannya dapat diterapkan strategi biaya rendah seperti minyak nilam dan pala. Tapi untuk produk handycraft misalnya lebih baik diarahkan pada focused differentiation, karena produk dengan keunikan tersendiri lebih berpeluang untuk memperoleh harga yang lebih tinggi.
Dalam konsep bersaing di pasar global, kelompok masyarakat yang memiliki kekayaaan intangible asset 3 C yaitu concept, competence dan conection memiliki peluang lebih baik, sementara UKM cenderung hanya bermodalkan semangat hidup dan minim strategi, disini perlu peran pemerintah untuk mendorong UKM secara aktif meningkatkan daya saingnya. Dalam hal ini Osborne dan Gaebler mengemukakan 10 prinsip untuk menghasilkan high quality public goods and services yaitu: Steering rather than rowing (pemerintah lebih baik sebagai pengemudi dari pada pengayuh); empower communities to solve their own problem, rather than merely deliver services (memberdayakan UKM dalam memecahkan masalah ketimbang memberikan pelayanan); promote and encourage competition rather than monopolies (menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan); Be driven by missions rather than rule (Penekanan kepada misi daripada peraturan); result oriented by funding outcomes rather than outputs (Orientasi kepada kinerja yang baik bukan sekedar mencapai output); meet the needs of customer rather those of the bureaucracy (Mengutamakan pemenuhan kebutuhan UKM, bukan kebutuhan birokrat); concentrate on earning money rather than just spending it (Penghematan biaya dalam setiap pelaksanaan program bukan menghabiskan); invest in preventing problems rather than curing crisis (mencegah lebih baik dari pada mengobati); decentralize authority rather than build hierarchi (diperlukan desentralisasi kewenangan ketimbang membangun hierarchi); solve problem by influencing market forces rather than by treating public programs (Pemerintah harus memperhatikan permintaan pasar, pasokan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar).
Langkah lain yang perlu dilakukan adalah identifikasi peluang pasar melalui pengembangan jaringan pemasaran, seperti melalui metode penetrasi pasar, perluasan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi. Pemilihan metode ini tentu saja harus disesuaikan dengan keunggulan bersaing produk UKM. Bagi pelaku bisnis termasuk UKM mencemati pasar bebas dari dua sisi yaitu peluang sekaligus tantangan. Peningkatan daya saing ditempuh dengan mensinergikan peran pemerintah sebagai pengelola birokrasi dengan peran UKM sebagai pengelola bisnis. Peningkatan daya saing yang berhubungan dengan high cost atau dalam rangka efisiensi, peran pemerintah misalnya menyederhanakan perijinan baik biaya maupun persyaratan dan jenisnya, melakukan promosi karena hal ini sulit dilakukan oleh UKM karena membutuhkan biaya tinggi, mencari kawasan UKM yang khusus menjual produk-produk UKM sebagai tempat tujuan wisata global serta memfasilitasi kemitraan dengan format yang saling menguntungkan. Salah satunya yang dianggap cukup berhasil di berbagai negara dan perlu mendapat dukungan pemerintah adalah pola sub kontrak. Pola subkontrak yang baik akan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan efisiensi baik secara makro efisiensi nasional, maupun secara mikro efisiensi perusahaan; memperkuat struktur ekonomi nasional dan mewujudkan demokrasi ekonomi. Beberapa isu yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan pola subkontrak yaitu iklim usaha; pemberdayaan subkontraktor (UKM), kelayakan dalam bertransaksi dan asosiasi subkontrak.
Dilihat dari segi keunggulan produk, maka dalam menghadapi pasar global, UKM yang berpeluang menembus pasar ekspor adalah yang bergerak pada subsektor perkebunan, perikanan khususnya perikanan laut, serta industri pengolahan dan industri kecil. Dalam empat tahun terakhir nilai ekspor UKM naik lamban menjadi 19,90%, dan banyak didominasi dari sektor industri pengolahan. Ini disebabkan produk UKM memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan produk UKM negara-negara Asia lainnya diantaranya dari sudut diversifikasi produk dan rendahnya kemampuan dalam mengantisipasi permintaan pasar. Beberapa strategi yang disarankan untuk mendorong ekspor UKM adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif, pengembangan program UKM yang berorientasi pasar, reformasi struktur usaha, pemunculan institusi yang langsung memperluas pasar ekspor UKM seperti trading house, pembentukan aliansi strategis, serta memperluas pengembangan institusi penunjang ekspor Indonesia di luar negeri seperti Indonesian Trade promotion Center (ITPC).
Permasalahan klasik yang sangat dekat dengan UKM adalah masalah permodalan. Salah satu upaya untuk menanggulanginya melalui penyaluran kredit perbankan. Dewasa ini terutama setelah krisis dengan adanya perubahan struktur perekonomian Indonesia, penyaluran kredit terhadap UKM termasuk usaha mikro meningkat cukup signifikan dan hampir separuh dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan. Dalam tahun 2003 jumlah kredit yang disalurkan kepada UMKM 210,9 triliun, yang kemudian meningkat menjadi 262,6 triliun tahun 2004. Dengan perincian 46,3% untuk kredit usaha mikro, 25,2% kredit usaha kecil dan 28,6% kredit untuk usaha menengah. Sebagian besar kredit ini dialokasikan untuk kredit modal kerja terutama bagi UKM yang bergerak disektor perdagangan, jasa usaha, pengolahan, dan konstruksi. Pemulihan sektor korporat masih memerlukan waktu yang cukup lama karena masih terkait dengan hutang dengan pihak luar yang masih memerlukan rescheduling, membuat pihak perbankan lebih berhati-hati dan cenderung lebih berminat terhadap pembiayaan sektor UMKM. Dengan melihat optimisme dan prospek pengembangan sektor UKM, maka strategi pembiayaan kepada sektor UMKM mencakup 4 aspek yaitu; a) strategi untuk penguatan iklim investasi dan iklim usaha, b) strategi penguatan kemampuan kewirausahaan dan kegiatan usaha, c) strategi penguatan sektor keuangan khususnya perbankan untuk pembiayaan sektor UMKM, dan d) strategi untuk pengembangan infrastruktur. Khusus strategi ke empat dinilai cukup penting baik dalam akses ke informasi maupun untuk menilai besarnya resiko usaha sektor UMKM.
Menghadapi globalisasi, maka UKM harus mampu menumbuhkan keman-diriannya yaitu kemampuan untuk melakukan problem solving dengan bertumpu pada kemampuan dan kompetensi diri sendiri tanpa harus tergantung oleh pihak ke tiga. Berdasarkan kerangka ini pemerintah menetapkan program pembangunan UKM melalui pendekatan sentra UKM. Program ini dilengkapi dengan institusi pendamping BDS dan KSP/USP koperasi yang berfungsi sebagai institusi penyelenggara dukungan non finansial dan finansial kepada sentra, dan ketiga institusi ini yang kemudian dikenal dengan nama forum tiga. Pendekatan ini dianggap strategis khususnya perannya sebagai entry point bagi pengembangan kegiatan UKM yang cukup komplek. PP nomor 32 menga-manatkan bahwa proses pembinaan dan pengembangan UKM dapat dimulai dengan mengidentifikasi potensi dan masalah yang dihadapinya. Oleh karenanya Visi dari forum tiga adalah terwujudnya perkembangan kemampuan dan kompetensi sentra UKM yang bersangkutan dengan didukung oleh berkualitasnya layanan bisnis oleh BDS dan KSP/USP koperasi secara mandiri. Sedang misi yang diemban forum tiga adalah mengembangkan langkah pembinaan dalam proses pembangunan sentra UKM yang berdasarkan konsep UKM untuk UKM. Untuk efektifnya peran dan fungsi forum tiga maka pembinaannya diorientasikan untuk mengembangkan kualitas komponen forum tiga sebagai lembaga komunikasi dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengembangan sentra. Khusus bagi UKM yang dianggap belum mampu mengem-bangkan usahanya, maka peran forum tiga adalah menangani sisi demand, sementara sisi supply ditangani oleh pemerintah. Adanya keterpaduan/sinergisitas diantara ke tiga institusi ini diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian UKM yang pada gilirannya mampu bersaing dan bertarung dikancah global.
http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2025/editorial25.htm
Produk dan Jasa UKM
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas : 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
Pengembangan Sektor UKM dalam Produk dan Jasa
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.
Keunggulan Produk dan Jasa UKM
Sebagai suatu lembaga yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kepada UKM, Kementerian Koperasi dan UKM perlu mengembangkan berbagai strategi kebijakan untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan UKM agar dapat bersaing dengan pelaku bisnis lainnya baik di dalam negeri, maupun di luar negeri. Mencermati hal tersebut dan dengan memilih fokus muatan seperti tertera di atas, media ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan referensi bagi upaya pengembangan dan penyusunan kebijakan yang diperlukan dalam memberdayakan UKM setidaknya sampai dengan tahun 2010 mendatang.
Berbagai sumbangan pemikiran, gagasan dan analisis yang disajikan para penulis dalam majalah ini, banyak membahas mengenai strategi yang harus dilakukan UKM ke depan. Sedikitnya ada tiga faktor utama yang perlu mendapat perhatian, yakni; pertama, bagaimana memperkuat faktor internal UKM yang selama ini menjadi kendala pengembangan kinerja UKM; kedua, bagaimana peran Pemerintah dalam menyikapi kendala eksternal yang ditimbulkan dari pengaruh globalisasi, dan ketiga, upaya-upaya yang perlu dilakukan Pemerintah dalam meningkatkan dinamika perkembangan UKM. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah yang mengarah pada market driven policy dengan dukungan iklim usaha yang kondusif merupakan arena persiapan bagi UKM menghadapi pasar bebas. Modal dasar mengembangkan UKM menghadapi pasar bebas yaitu menciptakan iklim usaha yang kondusif, menguatkan daya saing UKM dengan meningkatkan akses kepada kualitas jasa non keuangan dan meningkatkan akses UKM pada jasa keuangan. Dalam jangka pendek pengembangan UKM sebaiknya diarah pada upaya pengembangan produk yang memiliki karakteristik khusus (niche produk) untuk mengisi ceruk pasar.
Mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang semakin komplek sebagai imbas dari arus global, khususnya yang berhubungan dengan pemasaran tidak akan mungkin dipecahkan oleh UKM itu sendiri. Bagaimanapun juga masih sangat diperlukan peran dan dukungan pemerintah dalam meningkatkan daya saing UKM. Perumusan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan daya saing tersebut dicermati oleh salah satu penulis melalui pendekatan analisis strategi generik (generic strategies) dari Porter, yaitu merupakan kombinasi keunggulan bersaing (competitive advantage) dan lingkungan bersaing (competitive scope). Salah satu contoh adalah bagi produk yang tidak memerlukan teknologi yang canggih dalam pengelolaannya dapat diterapkan strategi biaya rendah seperti minyak nilam dan pala. Tapi untuk produk handycraft misalnya lebih baik diarahkan pada focused differentiation, karena produk dengan keunikan tersendiri lebih berpeluang untuk memperoleh harga yang lebih tinggi.
Dalam konsep bersaing di pasar global, kelompok masyarakat yang memiliki kekayaaan intangible asset 3 C yaitu concept, competence dan conection memiliki peluang lebih baik, sementara UKM cenderung hanya bermodalkan semangat hidup dan minim strategi, disini perlu peran pemerintah untuk mendorong UKM secara aktif meningkatkan daya saingnya. Dalam hal ini Osborne dan Gaebler mengemukakan 10 prinsip untuk menghasilkan high quality public goods and services yaitu: Steering rather than rowing (pemerintah lebih baik sebagai pengemudi dari pada pengayuh); empower communities to solve their own problem, rather than merely deliver services (memberdayakan UKM dalam memecahkan masalah ketimbang memberikan pelayanan); promote and encourage competition rather than monopolies (menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan); Be driven by missions rather than rule (Penekanan kepada misi daripada peraturan); result oriented by funding outcomes rather than outputs (Orientasi kepada kinerja yang baik bukan sekedar mencapai output); meet the needs of customer rather those of the bureaucracy (Mengutamakan pemenuhan kebutuhan UKM, bukan kebutuhan birokrat); concentrate on earning money rather than just spending it (Penghematan biaya dalam setiap pelaksanaan program bukan menghabiskan); invest in preventing problems rather than curing crisis (mencegah lebih baik dari pada mengobati); decentralize authority rather than build hierarchi (diperlukan desentralisasi kewenangan ketimbang membangun hierarchi); solve problem by influencing market forces rather than by treating public programs (Pemerintah harus memperhatikan permintaan pasar, pasokan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar).
Langkah lain yang perlu dilakukan adalah identifikasi peluang pasar melalui pengembangan jaringan pemasaran, seperti melalui metode penetrasi pasar, perluasan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi. Pemilihan metode ini tentu saja harus disesuaikan dengan keunggulan bersaing produk UKM. Bagi pelaku bisnis termasuk UKM mencemati pasar bebas dari dua sisi yaitu peluang sekaligus tantangan. Peningkatan daya saing ditempuh dengan mensinergikan peran pemerintah sebagai pengelola birokrasi dengan peran UKM sebagai pengelola bisnis. Peningkatan daya saing yang berhubungan dengan high cost atau dalam rangka efisiensi, peran pemerintah misalnya menyederhanakan perijinan baik biaya maupun persyaratan dan jenisnya, melakukan promosi karena hal ini sulit dilakukan oleh UKM karena membutuhkan biaya tinggi, mencari kawasan UKM yang khusus menjual produk-produk UKM sebagai tempat tujuan wisata global serta memfasilitasi kemitraan dengan format yang saling menguntungkan. Salah satunya yang dianggap cukup berhasil di berbagai negara dan perlu mendapat dukungan pemerintah adalah pola sub kontrak. Pola subkontrak yang baik akan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan efisiensi baik secara makro efisiensi nasional, maupun secara mikro efisiensi perusahaan; memperkuat struktur ekonomi nasional dan mewujudkan demokrasi ekonomi. Beberapa isu yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan pola subkontrak yaitu iklim usaha; pemberdayaan subkontraktor (UKM), kelayakan dalam bertransaksi dan asosiasi subkontrak.
Dilihat dari segi keunggulan produk, maka dalam menghadapi pasar global, UKM yang berpeluang menembus pasar ekspor adalah yang bergerak pada subsektor perkebunan, perikanan khususnya perikanan laut, serta industri pengolahan dan industri kecil. Dalam empat tahun terakhir nilai ekspor UKM naik lamban menjadi 19,90%, dan banyak didominasi dari sektor industri pengolahan. Ini disebabkan produk UKM memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan produk UKM negara-negara Asia lainnya diantaranya dari sudut diversifikasi produk dan rendahnya kemampuan dalam mengantisipasi permintaan pasar. Beberapa strategi yang disarankan untuk mendorong ekspor UKM adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif, pengembangan program UKM yang berorientasi pasar, reformasi struktur usaha, pemunculan institusi yang langsung memperluas pasar ekspor UKM seperti trading house, pembentukan aliansi strategis, serta memperluas pengembangan institusi penunjang ekspor Indonesia di luar negeri seperti Indonesian Trade promotion Center (ITPC).
Permasalahan klasik yang sangat dekat dengan UKM adalah masalah permodalan. Salah satu upaya untuk menanggulanginya melalui penyaluran kredit perbankan. Dewasa ini terutama setelah krisis dengan adanya perubahan struktur perekonomian Indonesia, penyaluran kredit terhadap UKM termasuk usaha mikro meningkat cukup signifikan dan hampir separuh dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan. Dalam tahun 2003 jumlah kredit yang disalurkan kepada UMKM 210,9 triliun, yang kemudian meningkat menjadi 262,6 triliun tahun 2004. Dengan perincian 46,3% untuk kredit usaha mikro, 25,2% kredit usaha kecil dan 28,6% kredit untuk usaha menengah. Sebagian besar kredit ini dialokasikan untuk kredit modal kerja terutama bagi UKM yang bergerak disektor perdagangan, jasa usaha, pengolahan, dan konstruksi. Pemulihan sektor korporat masih memerlukan waktu yang cukup lama karena masih terkait dengan hutang dengan pihak luar yang masih memerlukan rescheduling, membuat pihak perbankan lebih berhati-hati dan cenderung lebih berminat terhadap pembiayaan sektor UMKM. Dengan melihat optimisme dan prospek pengembangan sektor UKM, maka strategi pembiayaan kepada sektor UMKM mencakup 4 aspek yaitu; a) strategi untuk penguatan iklim investasi dan iklim usaha, b) strategi penguatan kemampuan kewirausahaan dan kegiatan usaha, c) strategi penguatan sektor keuangan khususnya perbankan untuk pembiayaan sektor UMKM, dan d) strategi untuk pengembangan infrastruktur. Khusus strategi ke empat dinilai cukup penting baik dalam akses ke informasi maupun untuk menilai besarnya resiko usaha sektor UMKM.
Menghadapi globalisasi, maka UKM harus mampu menumbuhkan keman-diriannya yaitu kemampuan untuk melakukan problem solving dengan bertumpu pada kemampuan dan kompetensi diri sendiri tanpa harus tergantung oleh pihak ke tiga. Berdasarkan kerangka ini pemerintah menetapkan program pembangunan UKM melalui pendekatan sentra UKM. Program ini dilengkapi dengan institusi pendamping BDS dan KSP/USP koperasi yang berfungsi sebagai institusi penyelenggara dukungan non finansial dan finansial kepada sentra, dan ketiga institusi ini yang kemudian dikenal dengan nama forum tiga. Pendekatan ini dianggap strategis khususnya perannya sebagai entry point bagi pengembangan kegiatan UKM yang cukup komplek. PP nomor 32 menga-manatkan bahwa proses pembinaan dan pengembangan UKM dapat dimulai dengan mengidentifikasi potensi dan masalah yang dihadapinya. Oleh karenanya Visi dari forum tiga adalah terwujudnya perkembangan kemampuan dan kompetensi sentra UKM yang bersangkutan dengan didukung oleh berkualitasnya layanan bisnis oleh BDS dan KSP/USP koperasi secara mandiri. Sedang misi yang diemban forum tiga adalah mengembangkan langkah pembinaan dalam proses pembangunan sentra UKM yang berdasarkan konsep UKM untuk UKM. Untuk efektifnya peran dan fungsi forum tiga maka pembinaannya diorientasikan untuk mengembangkan kualitas komponen forum tiga sebagai lembaga komunikasi dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengembangan sentra. Khusus bagi UKM yang dianggap belum mampu mengem-bangkan usahanya, maka peran forum tiga adalah menangani sisi demand, sementara sisi supply ditangani oleh pemerintah. Adanya keterpaduan/sinergisitas diantara ke tiga institusi ini diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian UKM yang pada gilirannya mampu bersaing dan bertarung dikancah global.
http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2025/editorial25.htm
Minggu, 21 November 2010
Tugas pemasaran UKM 3
TUGAS PEMASARAN UKM
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
Membangun Strategi Pemasaran Usaha Kecil
Permasalahan mendasar yang sering dihadapi pemilik Usaha Kecil adalah lemahnya penetrasi pasar dan kurang luasnya jangkauan wilayah pemasaran. Karena itu untuk memajukan usaha kecil yang memiliki daya saing yang kuat adalah dengan membangun strategi pemasaran yang baik dan tepat sasaran. Pemasaran merupakan upaya mengatur strategi dan cara agar konsumen mau mengeluarkan uang yang mereka miliki untuk menggunakan produk atau jasa yang dimiliki sebuah perusahaan, dalam hal ini usaha kecil dan menengah. Dengan strategi pemasaran yang baik posisi usaha kecil dan menengah menjadi kuat dan patut diperhitungkan dalam kegiatan ekonomi nasional yang akhirnya membawa keuntungan bagi usaha tersebut.
Strategi pemasaran berkaitan dengan bagaimana cara meyakinkan pembeli/pelanggan terhadap produk yang akan dijual. Untuk dapat meyakinkan pembeli si penjual harus memiliki keyakinan bahwa produk yang dijual memang patut dibeli. Karena itu perlu dipertimbangkan beberapa aspek dalam menentukan strategi pemasaran yang akan dijalankan.
Mendefinisikan Visi, Misi dan Tujuan Usaha Kecil
Membangun strategi pemasaran sebuah produk usaha kecil harus dimulai dari visi, misi dan tujuan perusahaan yang jelas dan akan diarahkan kemana. Visi , misi dan tujuan dimulai dari level top manajemen kemudian menurun ke level karyawan terendah. Di sinilah letak pentingnya seorang pemimpin dalam sebuah usaha yang mampu menggerakan dan mampu memberikan motivasi kepada pelaksana. Dalam konteks usaha kecil pemimpin usaha biasanya sekaligus pemilik usaha. Visi, misi dan tujuan ini akan membantu kita menentukan strategi pemasaran seperti apa yang akan diterapkan. Dengan tujuan yang jelas, strategi pemasaran yang diterapkan menjadi terukur, apakah sesuai target pemasaran,gagal, perlu penyempurnaan dan lain-lain.
Tujuan Pemasaran
Tujuan pemasaran atau marketing objective, adalah apa yang akan dicapai oleh perusahaan melalui bagian pemasaran
1. titik awalnya adalah konsumen target
2. fokusnya adalah kebutuhan konsumen
3. sasarannya adalah laba melalui kepuasan konsumen
4. caranya melalui paduan antara promosi dan komunikasi pemasaran komunikasi pemasaran terpadu
Kepuasan konsumen akan tercapai apabila perusahaan mampu untuk menyediakan consumer value package, yang berupa :
1. produknya : berkualitas dan memenuhi kebutuhan konsumen
2. harganya : dapat terjangkau oleh konsumen target
3. pelayanannya : kepada konsumen memuaskan
4. citra produknya : baik dari sudut pandang konsumen
Apabila kepuasan konsumen tersebut terpenuhi, maka hasil penjualan produknya akan meningkat, dan akhirnya tujuan pemasaran dapat tercapai, yaitu perolehan laba.
Sebaliknya, apabila perusahaan melalaikan kebutuhan konsumen dan hanya berfikir dari sudut pandang produsen saja, kemungkinan hasil penjualan produknya akan menurun, sehingga laba yang diperoleh minim, bahkan dapat terjadi adanya kerugian.
Kepuasan konsumen adalah segalanya bagi perusahaan yang berorientasi kepada pemasaran/marketing
Tujuan pembinaan UKM adalah untuk mengembangkan UKM menjadi lebih besar. Ada dua aspek pembinaan UKM yang harus diperhatikan adalah : 1. Sumber Daya Manusia (SDM). Yaitu Apakah dapat meningkatkan kualitas SDM atas usaha sendiri atau dorongan dari pihak luar. 2. Pengelolaan dalam arti praktik bisnis yang terdiri atas beberapa hal antara lain :
• Berencana
• Dilaksanakan
• Pengawasan
Dalam mengevaluasi pembinaan UKM a. Dimulai dengan proses peningkatan kemampuan mengelola (manajemen) dibidang pemasaran, keuangan dan personalia. b. Meningkatkan kemampuan kegiatn operasional c. Kemampuan dalam mengendalikan bisnis Apabila UKM sudah siap untuk bersaing terutama dalam perdagangan internasional, UKM harus mampu
• menerima dan mengadaptasi Teknologi
• Mampu melaksanakan inovasi Dalam mengadaptasi teknologi internasional harus diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
• Mengadaptasi dengan penguasan teknologi modern dan berdasarkan penguasaan teknologi tersebut dapat mengembangkan inovasi.
• Banyak UKM dalam kegiatan investasi dengan alih teknologi hanya mampu pada tingkat penguasaan teknologi dan tidak dapat mengembangkan inovasi.
• Maka teknologi yang dikuasai hanya untuk beberapa waktu dan tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan yang berkelanjutan. Apabila UKM dapat mengadaptasi, menguasai dan mengembangkan teknologi serta selalu menciptakan inovasi, maka hal tersebut akan memotivasi UKM untuk mengekspor produknya, maka UKM agar dapat memanfaatkan peluang pasar di luar harus dibantu kebijakan pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah yang mendukung, fasilitas infrastruktur yang memadai, kestabilan politik dan penegakan hukum yang adi; dan bersih. Dismping itu UKM yang memerlukan suatu badan atu lembaga yang selalu memerlukan informasi bisnis yang akurat dan terus-menerus. Perana BPEN sangat strategis untuk membantu dan mendorong kegiatan ekspor bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
Perlu diatasi Pembinaan UKM di Indonesia melaui pendekatan secara komprehensif integral dilakukan melalui pembinaan berbagai aspek antara lain :
• Pasar
• Modal
• Teknologi
• Manajemen secara menyeluruh mulai dari proses produksi hingga pemasaran dan dilakukan secara terpadu antar instansi.
TUJUAN PEMBINAAN UKM ADALAH :
1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar
2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur modal
3. Meningkatkan kemampuan orgnisasi dan manajemen
4. Meningkatkan akses dan penguasan teknologi
Sumber : Modul Manajemen UKM –UMB (www.docstoc.com)
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
Membangun Strategi Pemasaran Usaha Kecil
Permasalahan mendasar yang sering dihadapi pemilik Usaha Kecil adalah lemahnya penetrasi pasar dan kurang luasnya jangkauan wilayah pemasaran. Karena itu untuk memajukan usaha kecil yang memiliki daya saing yang kuat adalah dengan membangun strategi pemasaran yang baik dan tepat sasaran. Pemasaran merupakan upaya mengatur strategi dan cara agar konsumen mau mengeluarkan uang yang mereka miliki untuk menggunakan produk atau jasa yang dimiliki sebuah perusahaan, dalam hal ini usaha kecil dan menengah. Dengan strategi pemasaran yang baik posisi usaha kecil dan menengah menjadi kuat dan patut diperhitungkan dalam kegiatan ekonomi nasional yang akhirnya membawa keuntungan bagi usaha tersebut.
Strategi pemasaran berkaitan dengan bagaimana cara meyakinkan pembeli/pelanggan terhadap produk yang akan dijual. Untuk dapat meyakinkan pembeli si penjual harus memiliki keyakinan bahwa produk yang dijual memang patut dibeli. Karena itu perlu dipertimbangkan beberapa aspek dalam menentukan strategi pemasaran yang akan dijalankan.
Mendefinisikan Visi, Misi dan Tujuan Usaha Kecil
Membangun strategi pemasaran sebuah produk usaha kecil harus dimulai dari visi, misi dan tujuan perusahaan yang jelas dan akan diarahkan kemana. Visi , misi dan tujuan dimulai dari level top manajemen kemudian menurun ke level karyawan terendah. Di sinilah letak pentingnya seorang pemimpin dalam sebuah usaha yang mampu menggerakan dan mampu memberikan motivasi kepada pelaksana. Dalam konteks usaha kecil pemimpin usaha biasanya sekaligus pemilik usaha. Visi, misi dan tujuan ini akan membantu kita menentukan strategi pemasaran seperti apa yang akan diterapkan. Dengan tujuan yang jelas, strategi pemasaran yang diterapkan menjadi terukur, apakah sesuai target pemasaran,gagal, perlu penyempurnaan dan lain-lain.
Tujuan Pemasaran
Tujuan pemasaran atau marketing objective, adalah apa yang akan dicapai oleh perusahaan melalui bagian pemasaran
1. titik awalnya adalah konsumen target
2. fokusnya adalah kebutuhan konsumen
3. sasarannya adalah laba melalui kepuasan konsumen
4. caranya melalui paduan antara promosi dan komunikasi pemasaran komunikasi pemasaran terpadu
Kepuasan konsumen akan tercapai apabila perusahaan mampu untuk menyediakan consumer value package, yang berupa :
1. produknya : berkualitas dan memenuhi kebutuhan konsumen
2. harganya : dapat terjangkau oleh konsumen target
3. pelayanannya : kepada konsumen memuaskan
4. citra produknya : baik dari sudut pandang konsumen
Apabila kepuasan konsumen tersebut terpenuhi, maka hasil penjualan produknya akan meningkat, dan akhirnya tujuan pemasaran dapat tercapai, yaitu perolehan laba.
Sebaliknya, apabila perusahaan melalaikan kebutuhan konsumen dan hanya berfikir dari sudut pandang produsen saja, kemungkinan hasil penjualan produknya akan menurun, sehingga laba yang diperoleh minim, bahkan dapat terjadi adanya kerugian.
Kepuasan konsumen adalah segalanya bagi perusahaan yang berorientasi kepada pemasaran/marketing
Tujuan pembinaan UKM adalah untuk mengembangkan UKM menjadi lebih besar. Ada dua aspek pembinaan UKM yang harus diperhatikan adalah : 1. Sumber Daya Manusia (SDM). Yaitu Apakah dapat meningkatkan kualitas SDM atas usaha sendiri atau dorongan dari pihak luar. 2. Pengelolaan dalam arti praktik bisnis yang terdiri atas beberapa hal antara lain :
• Berencana
• Dilaksanakan
• Pengawasan
Dalam mengevaluasi pembinaan UKM a. Dimulai dengan proses peningkatan kemampuan mengelola (manajemen) dibidang pemasaran, keuangan dan personalia. b. Meningkatkan kemampuan kegiatn operasional c. Kemampuan dalam mengendalikan bisnis Apabila UKM sudah siap untuk bersaing terutama dalam perdagangan internasional, UKM harus mampu
• menerima dan mengadaptasi Teknologi
• Mampu melaksanakan inovasi Dalam mengadaptasi teknologi internasional harus diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
• Mengadaptasi dengan penguasan teknologi modern dan berdasarkan penguasaan teknologi tersebut dapat mengembangkan inovasi.
• Banyak UKM dalam kegiatan investasi dengan alih teknologi hanya mampu pada tingkat penguasaan teknologi dan tidak dapat mengembangkan inovasi.
• Maka teknologi yang dikuasai hanya untuk beberapa waktu dan tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan yang berkelanjutan. Apabila UKM dapat mengadaptasi, menguasai dan mengembangkan teknologi serta selalu menciptakan inovasi, maka hal tersebut akan memotivasi UKM untuk mengekspor produknya, maka UKM agar dapat memanfaatkan peluang pasar di luar harus dibantu kebijakan pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah yang mendukung, fasilitas infrastruktur yang memadai, kestabilan politik dan penegakan hukum yang adi; dan bersih. Dismping itu UKM yang memerlukan suatu badan atu lembaga yang selalu memerlukan informasi bisnis yang akurat dan terus-menerus. Perana BPEN sangat strategis untuk membantu dan mendorong kegiatan ekspor bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
Perlu diatasi Pembinaan UKM di Indonesia melaui pendekatan secara komprehensif integral dilakukan melalui pembinaan berbagai aspek antara lain :
• Pasar
• Modal
• Teknologi
• Manajemen secara menyeluruh mulai dari proses produksi hingga pemasaran dan dilakukan secara terpadu antar instansi.
TUJUAN PEMBINAAN UKM ADALAH :
1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar
2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur modal
3. Meningkatkan kemampuan orgnisasi dan manajemen
4. Meningkatkan akses dan penguasan teknologi
Sumber : Modul Manajemen UKM –UMB (www.docstoc.com)
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UKM
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UKM dalam jangka panjang bertujuan:
Untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UKM daalm proses pembangunan nsional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mengwujudkan pemeratan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Sasaran dan pembinaan UKM
• Meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tngguh dan mandiri sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional.
• Meningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar dunia
• Seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antara golongan.
Jenis-jenis UKM berdasarkan entrepreneurship
• Memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship
• Tidak memiliki jiwa entrepreneurship
Berdasarkan jiwa entrepreneurship, UKM dibagi atas 4 bagian
1. LIVELIHOOD ACTIVITIES
• Katagori ini pada umumnya mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah
• Tidak memliki jiwa kewirausahaan
• Disebut sektor informal
• Di Indonesia katagori ini sangat banyak.
• Contoh : pedagang kaki lima
2. MICRO ENTERPRISE
• Lebih bersifat pengrajin dan tidak bersifat kewirausahaan
• Jumlah relatif besar Contoh : pengrajin perak, pengrajin batik
3. SMALL DYNAMIC ENTERPRISES
• UKM ini cukup memiliki jiwa kewirausahaan
• Jika dididik dan dilatih dengan baik maka sebagian dari UKM katagori ini akan masuk ke katagori keempat.
• Sudah mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
4. FAST MOVING ENTERPRISE
• Adalah UKM yang memiliki jiwa kewirausahaan,
• kelompok ini yang akan menghasilkan pengusaha skala menengah dan besar.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
Sumber : Modul Manajemen UKM - UMB (www.docstoc.com)
Untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UKM daalm proses pembangunan nsional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mengwujudkan pemeratan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Sasaran dan pembinaan UKM
• Meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tngguh dan mandiri sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional.
• Meningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar dunia
• Seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antara golongan.
Jenis-jenis UKM berdasarkan entrepreneurship
• Memiliki sifat dan jiwa entrepreneurship
• Tidak memiliki jiwa entrepreneurship
Berdasarkan jiwa entrepreneurship, UKM dibagi atas 4 bagian
1. LIVELIHOOD ACTIVITIES
• Katagori ini pada umumnya mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah
• Tidak memliki jiwa kewirausahaan
• Disebut sektor informal
• Di Indonesia katagori ini sangat banyak.
• Contoh : pedagang kaki lima
2. MICRO ENTERPRISE
• Lebih bersifat pengrajin dan tidak bersifat kewirausahaan
• Jumlah relatif besar Contoh : pengrajin perak, pengrajin batik
3. SMALL DYNAMIC ENTERPRISES
• UKM ini cukup memiliki jiwa kewirausahaan
• Jika dididik dan dilatih dengan baik maka sebagian dari UKM katagori ini akan masuk ke katagori keempat.
• Sudah mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
4. FAST MOVING ENTERPRISE
• Adalah UKM yang memiliki jiwa kewirausahaan,
• kelompok ini yang akan menghasilkan pengusaha skala menengah dan besar.
• Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengaa yang pertama dan kedua.
Sumber : Modul Manajemen UKM - UMB (www.docstoc.com)
Bagaimana kita menggunakan pemasaran untuk menarik lebih banyak konsumen?
Produk
Jangan berhenti mengembangkan produk Anda karena kebutuhan konsumen senantiasa berubah. Pekalah pada setiap perubahan permintaan, keluhan dan usulan konsumen.
Lokasi
Pastikan produk/jasa Anda mudah dijangkau oleh konsumen. Jika konsumen Anda harus menunggu di lokasi tempat produk/jasa Anda dijual, usahakan waktu-waktu menunggu menjadi saat yang tidak membosankan. Misalnya dengan menyediakan televisi, teh/kopi gratis, majalah dan lain-lain.
Harga
Pilihlah dengan seksama strategi harga yang akan diterapkan misalnya potongan harga khusus, sistem pembayaran yang fleksibel, beli satu gratis satu dan lain-lain. Jika Anda harus menjual dengan harga yang lebih mahal dari saingan, pastikan produk/jasa Anda jauh lebih baik.
Promosi
Sebagai pemilik UKM (Usaha Kecil Menengah) umumnya Anda dihadapkan pada anggaran yang terbatas untuk kegiatan pemasaran dan promosi. Tidak ada gunanya bersaing dengan perusahaan besar dalam hal kegiatan promosi karena anggaran pemasaran mereka jelas jauh lebih besar.
Layanan Konsumen
Peranan karyawan yang berhubungan langsung dengan konsumen adalah ujung tombak citra perusahaan dan produk/jasa Anda. Pastikan mereka memiliki pengetahuan yang cukup, kemampuan berkomunikasi yang baik serta sikap yang profesional ketika melayani konsumen.
(Sumber : portalukm.com)
Jangan berhenti mengembangkan produk Anda karena kebutuhan konsumen senantiasa berubah. Pekalah pada setiap perubahan permintaan, keluhan dan usulan konsumen.
Lokasi
Pastikan produk/jasa Anda mudah dijangkau oleh konsumen. Jika konsumen Anda harus menunggu di lokasi tempat produk/jasa Anda dijual, usahakan waktu-waktu menunggu menjadi saat yang tidak membosankan. Misalnya dengan menyediakan televisi, teh/kopi gratis, majalah dan lain-lain.
Harga
Pilihlah dengan seksama strategi harga yang akan diterapkan misalnya potongan harga khusus, sistem pembayaran yang fleksibel, beli satu gratis satu dan lain-lain. Jika Anda harus menjual dengan harga yang lebih mahal dari saingan, pastikan produk/jasa Anda jauh lebih baik.
Promosi
Sebagai pemilik UKM (Usaha Kecil Menengah) umumnya Anda dihadapkan pada anggaran yang terbatas untuk kegiatan pemasaran dan promosi. Tidak ada gunanya bersaing dengan perusahaan besar dalam hal kegiatan promosi karena anggaran pemasaran mereka jelas jauh lebih besar.
Layanan Konsumen
Peranan karyawan yang berhubungan langsung dengan konsumen adalah ujung tombak citra perusahaan dan produk/jasa Anda. Pastikan mereka memiliki pengetahuan yang cukup, kemampuan berkomunikasi yang baik serta sikap yang profesional ketika melayani konsumen.
(Sumber : portalukm.com)
Senin, 15 November 2010
Sebab-sebab Kegagalan Bisnis Usaha Kecil
Sebab-sebab Kegagaln Bisnis Usaha Kecil
Menurut Zimmerer (2002:18) ada beberapa hal yang sering menyebabkan kegagalan berdirinya perusahaan kecil, amtara lain :
1. Ketidakmampuan Manajemen
Dalam bisnis kecil, kurangnya pengalaman manajemen atau lemahnya kemampuan pengambilan keputusanmerupakan masalah utama dari kegagalan usaha. Pemilik usaha kurang memiliki kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan yang diperlukan agar bisnis bisa berjalan.
2. Kurang Pengalaman
Manajer bisnis kecil perlu memiliki pengalaman dalam budang usaha yang akan dimasukinya. Idealnya, calon wirausahawan harus memilki keterampilan teknis yang memadai (pengalaman kerja mengenai konsep pengoperasian fisik bisnis dan kemampuan konsep yang mencukupi), kemampuan mengkoordinasi berbagai kegiatan bisnis, serta keterampilan untuk mengelola orang-orang dalam organisasi serta memotivasi mereka untuk meningkatkan kinerja.
3. Lemahnya Kendali Keuangan
Kunci dari keberhasilan dari bisnis adalah adanya kendali keuangan yang baik. Sementara itu, perusahaan kecil seringkali melakukan dua kesalaha keuangan, yakni kekurangan modal dan kelemahandalam kebijakan kredit terhadap pelanggan.
4. Gagal mengembangkan Perencanaan yang Strategis
Tanpa memiliki suatu strategi yang didefinisikan dengan jelas, sebuah bisnis tidak memiliki dasar yang berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara keunggulan bersaing di pasar.
5. pertumbuhan Tidak Terkendali
Pertumbuhan merupakan sesuatu yang alamiah, sehat, dan didambakan oleh semua perusahaan. Namun demikian, pertumbuhan haruslah terencana dan terkendali. Hal itu dikarenakan cenderung meningkatnya berbagai masalah dengan berkembangnya perusahaan sehibgga manajer harus belajar menangani masalah-masalah tersebut.
6. Lokasai yang Buruk
Pemilihan lokasi yang tepat harus dipilih berdasarkan penelitian, pengamatan, dan perencanaan. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan besarnay biaya sewa yang harus dibayar. Beberapa pemilik bisnis seringkali memilih lokasi hanya dikarenakan adanya tempat yang kosong.
7. Pengendalian Persediaan yang Kurang Baik
Pada umunya, investasi terbesar yang harus dilakukan oleh manajer bisnis kecil adalah salah satu tanggung jawab menajerial yang penting. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok sehingga pelanggan merasa kecewa dan pergi.
8. Ketidakmapuan membuat Transisi Kewirausahaan.
Setelah berdiri dan berkembang, biasanya diperlukan adanya perubahan gaya manajemen yang secara drastis berbeda.
Sumber : Buku Manajemen Bisnis Retail
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Menurut Zimmerer (2002:18) ada beberapa hal yang sering menyebabkan kegagalan berdirinya perusahaan kecil, amtara lain :
1. Ketidakmampuan Manajemen
Dalam bisnis kecil, kurangnya pengalaman manajemen atau lemahnya kemampuan pengambilan keputusanmerupakan masalah utama dari kegagalan usaha. Pemilik usaha kurang memiliki kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan yang diperlukan agar bisnis bisa berjalan.
2. Kurang Pengalaman
Manajer bisnis kecil perlu memiliki pengalaman dalam budang usaha yang akan dimasukinya. Idealnya, calon wirausahawan harus memilki keterampilan teknis yang memadai (pengalaman kerja mengenai konsep pengoperasian fisik bisnis dan kemampuan konsep yang mencukupi), kemampuan mengkoordinasi berbagai kegiatan bisnis, serta keterampilan untuk mengelola orang-orang dalam organisasi serta memotivasi mereka untuk meningkatkan kinerja.
3. Lemahnya Kendali Keuangan
Kunci dari keberhasilan dari bisnis adalah adanya kendali keuangan yang baik. Sementara itu, perusahaan kecil seringkali melakukan dua kesalaha keuangan, yakni kekurangan modal dan kelemahandalam kebijakan kredit terhadap pelanggan.
4. Gagal mengembangkan Perencanaan yang Strategis
Tanpa memiliki suatu strategi yang didefinisikan dengan jelas, sebuah bisnis tidak memiliki dasar yang berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara keunggulan bersaing di pasar.
5. pertumbuhan Tidak Terkendali
Pertumbuhan merupakan sesuatu yang alamiah, sehat, dan didambakan oleh semua perusahaan. Namun demikian, pertumbuhan haruslah terencana dan terkendali. Hal itu dikarenakan cenderung meningkatnya berbagai masalah dengan berkembangnya perusahaan sehibgga manajer harus belajar menangani masalah-masalah tersebut.
6. Lokasai yang Buruk
Pemilihan lokasi yang tepat harus dipilih berdasarkan penelitian, pengamatan, dan perencanaan. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan besarnay biaya sewa yang harus dibayar. Beberapa pemilik bisnis seringkali memilih lokasi hanya dikarenakan adanya tempat yang kosong.
7. Pengendalian Persediaan yang Kurang Baik
Pada umunya, investasi terbesar yang harus dilakukan oleh manajer bisnis kecil adalah salah satu tanggung jawab menajerial yang penting. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok sehingga pelanggan merasa kecewa dan pergi.
8. Ketidakmapuan membuat Transisi Kewirausahaan.
Setelah berdiri dan berkembang, biasanya diperlukan adanya perubahan gaya manajemen yang secara drastis berbeda.
Sumber : Buku Manajemen Bisnis Retail
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Jumat, 05 November 2010
Bersyukur itu penting!
kmrn gw emang pengen bgt kluar, gak tau knp gw diajak ketempat semak2 belukar,dan anehnya pas gw liat dibalik itu.. Masya Allah karunia yg Kau berikan begitu indah.. ternyata ada ladang sayur2an yang luaaaaas bgt,emang sih ga semua sayur di tanem disitu tp buat gw itu menarik.coz mana ada komplek perumahan ada lahan seluas itu..
gak taunya yg nanem temennya ... gw :)
gw salut sama dy, cz dy emang mau bergaul sama sapa aja termasuk sama bapak itu..
di seluas lahan itu ada gubuk kecil yang ternyata kepunyaan si bapak itu,beliau tinggal ber3 dengan istri & seorang ank laki2nya,sambil gw berkeliling ngeliatin sayuran + metikin gak sengaja gw tanya ke ank itu "dik,sekolah dimana?kelas berapa?" dia jawab "saya gak sekolah mba' bapak ibu gak punya uang"
hati gw gak tau knp lngsung terketuk," Ya Allah harusnya aku bersyukur padaMu.."
ank itu bagian dari motivasi gw untuk cpt lu2s kuliah,dan gw gak bakal nyia2in kesempatan ini amin..
gak taunya yg nanem temennya ... gw :)
gw salut sama dy, cz dy emang mau bergaul sama sapa aja termasuk sama bapak itu..
di seluas lahan itu ada gubuk kecil yang ternyata kepunyaan si bapak itu,beliau tinggal ber3 dengan istri & seorang ank laki2nya,sambil gw berkeliling ngeliatin sayuran + metikin gak sengaja gw tanya ke ank itu "dik,sekolah dimana?kelas berapa?" dia jawab "saya gak sekolah mba' bapak ibu gak punya uang"
hati gw gak tau knp lngsung terketuk," Ya Allah harusnya aku bersyukur padaMu.."
ank itu bagian dari motivasi gw untuk cpt lu2s kuliah,dan gw gak bakal nyia2in kesempatan ini amin..
Selasa, 02 November 2010
Mengenai Usaha Kecil
Usaha Kecil menurut surat edaran BI No 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK)adalah usaha yang memiliki total aset Rp 600.000.000,- tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil itu meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta, dan koperasi, sepanjang aset tidak melebihi nilai Rp600.000.000,-
Sedangkan berdasarkan UU No. 9/1995 pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan seperti kepemilikan.
Karakteristik Usaha Kecil
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar.
2. Margin yang cenderung tipis mengingat persaungan yang sangat tinggi.
3. Modal terbatas.
4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan yang masih sangat terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan ditekannya biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya.
Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil
Keunggulan Usaha Kecil
1. Usaha kecil bertebaran di seluruh pelosok dengan berbagai ragam bidang usaha.
2. Usaha kecil beroperasi dengan investasi modaluntuk aktiva tetap pada tingkat yang rendah.
3. Sebagian besar usaha kecil bisa dikatakan padat karya yang disebabkan oleh pengguna teknologi sederhana.
Kelemahan Usaha kecil
1. Kemungkinan kerugian pada saat investasi awal.
2. Pendapatan yang tidak teratur.
3. Diperlukan adanya kerja keras dan waktu yang lama sebelum usaha berkembang.
4. Kualitas kehidupan yang tetap rendah meskipun usahanya mantap.
Sumber materi dari : Buku Manajemen Bisnis Ritel
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Sedangkan berdasarkan UU No. 9/1995 pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan seperti kepemilikan.
Karakteristik Usaha Kecil
1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar.
2. Margin yang cenderung tipis mengingat persaungan yang sangat tinggi.
3. Modal terbatas.
4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan yang masih sangat terbatas.
5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan ditekannya biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.
7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya.
Keunggulan dan Kelemahan Usaha Kecil
Keunggulan Usaha Kecil
1. Usaha kecil bertebaran di seluruh pelosok dengan berbagai ragam bidang usaha.
2. Usaha kecil beroperasi dengan investasi modaluntuk aktiva tetap pada tingkat yang rendah.
3. Sebagian besar usaha kecil bisa dikatakan padat karya yang disebabkan oleh pengguna teknologi sederhana.
Kelemahan Usaha kecil
1. Kemungkinan kerugian pada saat investasi awal.
2. Pendapatan yang tidak teratur.
3. Diperlukan adanya kerja keras dan waktu yang lama sebelum usaha berkembang.
4. Kualitas kehidupan yang tetap rendah meskipun usahanya mantap.
Sumber materi dari : Buku Manajemen Bisnis Ritel
Penulis : Dr. Sopiah, MM., M.pd. dan Syihabudhin,SE.,M.Si.
Senin, 01 November 2010
tugas pemasaran UKM ke 2
TUGAS PEMASARAN UKM
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas : 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
UKM merupakan sektor usaha yang berperan langsung dengan aktifitas ekonomi masyarakat sehari-hari. Dalam bidang usahanya yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, UKM tidak jarang harus hidup dengan cara gali lubang tutup lubang. Sangat minim bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengalami sentuhan manajemen usaha, segala sesuatunya berjalan begitu saja, sebagai suatu komitmen untuk menghidupi keluarga, melayani sesama, memberikan pekerjaan kepada saudara atau tetangga. Tidak heran sektor ini paling sering dikelompokkan sebagai kelompok yang tidak memenuhi syarat untuk pelayanan kredit di bidang perbankan (bankable).
Meskipun tidak bankable, selalu saja ada pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya, baik itu secara individual, sebagai suatu usaha bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, ada pula yang secara terang-terangan berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan mengenakan bunga pinjaman yang sangat tinggi. Pihak-pihak tersebut ada yang operasionalnya memiliki landasan hukum, ada pula yang sama sekali tidak.
Sangat disayangkan memang, UKM yang diakui peranannya dalam mengerakkan perekonomian, sering kali merupakan pihak yang sangat lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber modal/dana. Gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara kasat mata memang masih banyak nasib UKM yang cukup miris. Ada cukup banyak pula UKM yang sudah relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari Bank.
Kondisi seperti ini sebenarnya juga disadari dan diidentifikasi oleh beberapa lembaga keuangan besar, sebagai peluang penyaluran kredit yang potensial. UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.
Ada beberapa pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih besar, kuat dan mandiri. Diantaranya Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau mulai dikenal sebagai Credit Union (CU), Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). CU sangat aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan kepada masyarakat, sekaligus sebagai sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya banyak memberikan edukasi manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman modal dari Bank. BRI sebagai bank yang tertua di Indonesia, adalah bank yang paling dikenal dan tersebar luas untuk melayani transaksi perbankan sampai masyarakat perdesaan, meskipun belakangan juga sangat aktif mengarap transaksi-transaksi besar di perkotaan.
Saatnya kini menghadirkan lebih banyak lembaga keuangan/pembiayaan yang dikelola secara profesional dan mampu melayani kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, khususnya UKM, sehingga perekonomian daerah maupun nasional menjadi kokoh ditopang oleh UKM-UKM yang kuat dan mandiri.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Eksistensi Usaha kecil & Menengah
Definisi
Di dalam UU No. 9/1999 tersebut ditetapkan bahwa Usaha Kecil (UK) adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp. 200 juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar. Sedangkan, menurut Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/1999 tersebut, Usaha Menengah (UM) adalah suatu unit usaha dengan nilai asset neto (di luar tanah dan gedung) antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar; di atas itu adalah Usaha Besar (UB). Menurut BPS (2000), Industri Kecil (IK) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang yang paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Sedangkan, Industri Rumah Tangga (IRT) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di dalam kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih dari 20 orang.
Struktur Dualistis
Dibandingkan IK, IRT pada umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern: tidak ada pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas. Sebagian IRT terdapat di daerah pedesaan, dan kegiatan produksinya pada umumnya musiman erat kaitannya dengan siklus kegiatan di sektor pertanian. Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT karena pada umumnya pemilik usaha/pengusaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT berprofesi sebagai petani atau buruh tani.
Jumlah Unit Usaha.
Tahun 1998, jumlah IK dan IRT di atas 2,5 juta unit, dan merupakan bagian terbesar (99,26%) dari keseluruhan jumlah unit usaha di sektor industri manufaktur. Pada tahun 2000 kelompok usaha ini masih merupakan bagian terbesar, walaupun persentasenya sedikit menurun menjadi 99,10 %. Jumlah IK sendiri pada tahun 2000 tercatat 194 ribu unit lebih yang tersebar di semua subsektor manufaktur. Kelompok-kelompok industri yang menjadi konsentrasi IK adalah industri makanan, minuman dan tembakau , industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, dan industri kayu dan barang dari kayu, bamboo, rotan, rumput, dan sejenisnya. IK dan IRT di Indonesia secara tradisional memiliki spesialisasi di jenis-jenis industri yang membuat barang-barang sederhana dengan kandungan teknologi rendah.
Pengusaha : Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin.
Sebagian besar pengusaha IK dan IRT hanya berpendidikan SD ke bawah, sekitar 80,5 %, dan di antaranya 37 % lebih tidak tamat. Sedangkan jumlah pengusaha yang memiliki pendidikan SLTP dan SLTA dan Diploma (D1 dan D2) masing-masing hanya sekitar 11,27 % dan 7,62 %. Yang memiliki D3 ke atas tidak sampai 50 % dari jumlah pengusaha IK dan IRT. Struktur pendidikan dari pengusaha IK dengan yang dimiliki oleh pengusaha IRT tidak jauh berbeda.
Produktivitas dan Kontribusi Output
Tingkat produktivitas dan kontribusi output adalah suatu variabel penting yang terkait, dalam arti peningkatan produktivitas dari salah satu faktor produksi, atau dari semua faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu industri untuk membuat kontribusi output dari industri tersebut meningkat terhadap misalnya pembentukan PDB. Oleh sebab itu tingkat produktivitas dari suatu industri atau perusahaan sering digunakan sebagai salah satu indikator penting untuk mengukur kinerja industri/perusahaan tersebut, misalnya tingkat efisiensinya. Produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT jauh lebih rendah dibandingkan di IM dan IB; demikian juga perbedaan dalam pangsa output antara kelompok pertama dengan kedua tersebut sangat besar. Selain untuk mengukur efisiensi, perkembangan produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT juga menunjukkan apakah golongan industri tersebut yang relatif padat karya dibandingkan IM dan IB berarti sekali bagi perekonomian nasional.
Struktur Modal
Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Dalam banyak studi/literatur sering disebut bahwa modal sering menjadi faktor penghambat uatama bagi perkembangan usaha atau pertumbuhan output IK dan IRT, karena kelompok unit usaha ini, seperti yang juga dialami oleh banyak UK di sektor-sektor lainnya, sering mengalami keterbatasan modal. Struktur modal usaha IK dan IRT secara bersama pada tahun 2000 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok unit usaha ini dibiayai oleh modal sendiri, sedangkan jumlah unit usaha yang memakai modal sendiri dan pinjaman hanya sedikit. Antara IK dan IRT terdapat perbedaan, walaupun tetap menunjukkan pola hampir serupa, dimana banyaknya usaha IK yang sepenuhnya menggunakan modal sendiri hampir 78 %. Sedangkan sebagian dari kebutuhan finansial dibiayai dengan pinjaman, dalam kelompok IRT persentasenya lebih kecil (12,16%) dibandingkan kelompok IK (23,43%).
Efisiensi
Selain produktivitas, tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi atau input juga merupakan salah satu indikator penting dari kinerja suatu perusahaan atau industri. Semakin sedikit penggunaan input untuk membuat output dalam jumlah tertentu, semakin tinggi tingkat efisiensi dari penggunaan input tersebut. Dalam hal efisiensi, data BPS 2000 menunjukkan bahwa ternyata kinerja IRT ternyata lebih baik daripada IK (47,40 banding 61,62); walaupun secara disagregat ada variasi menurut subsektor. Nilai tambah IK terkonsentrasi di subsektor-subsektor pertanian sampai pertambangan, dan ini dapat dipakai sebagai salah satu indikator yang menunjukkan bahwa spesialisasi IK adalah di subsektor-subsektor tersebut; sedangkan IRT mempunyai spesialisasi di subsektor pertanian dan subsektor manufaktur.
Sifat Permasalahan.
Ada beberapa masalah yang umum dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal keja dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku yang kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). Dua masalah eksternal yang oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke bank dan distorsi pasar (output maupun input) yang disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah yang tidak kondusif, yang disengaja maupun tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar, termasuk investor asing (PMA). Dalam kondisi seperti ini, faktor-faktor seperti penguasaan teknologi dan informasi, modal yang cukup, termasuk untuk melakukan inovasi dalam produk dan proses produksi, Pembaharuan mesin dan alat-alat produksi, dan untuk melakukan kegiatanpromosi yang luas dan agresif, pekerja dengan keterampilan yang tinggi, dan manajer dengan entrepreneurship dan tingkat keterampilan yang tinggi dalam business management serta memiliki wawasan yang luas menjadi faktor-faktor yang sangat penting, untuk paling tidak mempertahankan tingkat daya saing global.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006.
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21 UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UK M yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
1. Inti Plasma,
2. Subkontrak,
3. Dagang Umum,
4. Keagenan, dan
5. Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah :
1. Meningkatkatnya produktivitas,
2. Efisiensi,
3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas,
4. Menurunkan resiko kerugian,
5. Memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.
Kemanfaatan kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah berperan aktif dalam pertumbuhan ekonomi di masyarakat, dengan jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan pengusaha yang besar yang ada, yaitu usaha mikro, kecil dan tidak dapat diklasifikasi sebesar 1.945.653 (85,24 persen), usaha menengah 121.775 (5,33 persen) dan usaha besar 19.803 (0,87 persen).
Secara umum kegiatan usaha mikro dan kecil relatif memerlukan modal yang kecil dan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, namun memberikan devisa bagi negara. Dengan kata lain pengusaha mikro yang ada di tengah masyarakat masih sedikit yang mampu mengekspor produknya ke luar negeri. Usaha mikro dan kecil masih tetap eksis dengan keberadaannya dan masih mampu untuk melakukan kegiatan ekonomi di tengah-tengah masyarakat.
Program pokok Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI Tahun 2009 dan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Sumut dan Renstra 2005-2009 ada lima program seperti program penciptaan iklim usaha KUKM, program pengembangan sistem pendukung usaha bagi KUKM, program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUKM, program pemberdayaan usaha skala mikro dan program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Untuk memberhasilkan lima program tersebut telah dilaksanakan program dan kegiatan seperti program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro (P3KUM) dengan tujuan untuk mewujudkan tersedianya fasilitas pembiayaan khususnya bagi usaha mikro dan kecil melalui koperasi, fasilitasi pembiayaan melalui P3KUM berupa pinjaman dana bergulir dengan sasaran setiap kecamatan koperasi melalui KSP. Program Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera (Perkassa) dimaksudkan untuk memperluas akses permodalan bagi usaha mikro khususnya yang dikelola perempuan sebagai kekuatan baru dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) dimaksudkan untuk menyediakan akses pembiayaan dan pembinaan bagi KUMKM yang usahanya layak tapi belum memenuhi kriteria perbankan umum dan dapat dilayani oleh LPDB melalui kemampuan permodalan KSP/USP. Serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) diperuntukkan kepada KUMKM untuk pengembangan usahanya tanpa agunan yang dijamin oleh Askrindo dan Sarana Usaha Penjaminan (SUP) 70 persen dan bank pelaksana 30 persen. Adapun bank pelaksanaan seperti BRI, BTN, Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah dan Bank Bukopin.
Adapun tujuan program perkuatan adalah memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah serta koperasi. Memperkuat peran dan posisi koperasi, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal serta memperluas kesempatan kerja dan mendukung upaya pengentasan kemiskinan.
Daftar Pustaka
- infoukm.wordpress.com
- wartawarga.gunadarma.ac.id
- hariansib.com
- waspada.co.id
Nama : Putri Meiningrum
NPM : 30208975
Kelas : 3 DD 03
UNIVERSITAS GUNADARMA
UKM merupakan sektor usaha yang berperan langsung dengan aktifitas ekonomi masyarakat sehari-hari. Dalam bidang usahanya yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, UKM tidak jarang harus hidup dengan cara gali lubang tutup lubang. Sangat minim bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengalami sentuhan manajemen usaha, segala sesuatunya berjalan begitu saja, sebagai suatu komitmen untuk menghidupi keluarga, melayani sesama, memberikan pekerjaan kepada saudara atau tetangga. Tidak heran sektor ini paling sering dikelompokkan sebagai kelompok yang tidak memenuhi syarat untuk pelayanan kredit di bidang perbankan (bankable).
Meskipun tidak bankable, selalu saja ada pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya, baik itu secara individual, sebagai suatu usaha bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, ada pula yang secara terang-terangan berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan mengenakan bunga pinjaman yang sangat tinggi. Pihak-pihak tersebut ada yang operasionalnya memiliki landasan hukum, ada pula yang sama sekali tidak.
Sangat disayangkan memang, UKM yang diakui peranannya dalam mengerakkan perekonomian, sering kali merupakan pihak yang sangat lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber modal/dana. Gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara kasat mata memang masih banyak nasib UKM yang cukup miris. Ada cukup banyak pula UKM yang sudah relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari Bank.
Kondisi seperti ini sebenarnya juga disadari dan diidentifikasi oleh beberapa lembaga keuangan besar, sebagai peluang penyaluran kredit yang potensial. UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.
Ada beberapa pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih besar, kuat dan mandiri. Diantaranya Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau mulai dikenal sebagai Credit Union (CU), Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). CU sangat aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan kepada masyarakat, sekaligus sebagai sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya banyak memberikan edukasi manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman modal dari Bank. BRI sebagai bank yang tertua di Indonesia, adalah bank yang paling dikenal dan tersebar luas untuk melayani transaksi perbankan sampai masyarakat perdesaan, meskipun belakangan juga sangat aktif mengarap transaksi-transaksi besar di perkotaan.
Saatnya kini menghadirkan lebih banyak lembaga keuangan/pembiayaan yang dikelola secara profesional dan mampu melayani kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, khususnya UKM, sehingga perekonomian daerah maupun nasional menjadi kokoh ditopang oleh UKM-UKM yang kuat dan mandiri.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Eksistensi Usaha kecil & Menengah
Definisi
Di dalam UU No. 9/1999 tersebut ditetapkan bahwa Usaha Kecil (UK) adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp. 200 juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar. Sedangkan, menurut Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/1999 tersebut, Usaha Menengah (UM) adalah suatu unit usaha dengan nilai asset neto (di luar tanah dan gedung) antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar; di atas itu adalah Usaha Besar (UB). Menurut BPS (2000), Industri Kecil (IK) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang yang paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Sedangkan, Industri Rumah Tangga (IRT) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di dalam kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih dari 20 orang.
Struktur Dualistis
Dibandingkan IK, IRT pada umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern: tidak ada pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas. Sebagian IRT terdapat di daerah pedesaan, dan kegiatan produksinya pada umumnya musiman erat kaitannya dengan siklus kegiatan di sektor pertanian. Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT karena pada umumnya pemilik usaha/pengusaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT berprofesi sebagai petani atau buruh tani.
Jumlah Unit Usaha.
Tahun 1998, jumlah IK dan IRT di atas 2,5 juta unit, dan merupakan bagian terbesar (99,26%) dari keseluruhan jumlah unit usaha di sektor industri manufaktur. Pada tahun 2000 kelompok usaha ini masih merupakan bagian terbesar, walaupun persentasenya sedikit menurun menjadi 99,10 %. Jumlah IK sendiri pada tahun 2000 tercatat 194 ribu unit lebih yang tersebar di semua subsektor manufaktur. Kelompok-kelompok industri yang menjadi konsentrasi IK adalah industri makanan, minuman dan tembakau , industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, dan industri kayu dan barang dari kayu, bamboo, rotan, rumput, dan sejenisnya. IK dan IRT di Indonesia secara tradisional memiliki spesialisasi di jenis-jenis industri yang membuat barang-barang sederhana dengan kandungan teknologi rendah.
Pengusaha : Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin.
Sebagian besar pengusaha IK dan IRT hanya berpendidikan SD ke bawah, sekitar 80,5 %, dan di antaranya 37 % lebih tidak tamat. Sedangkan jumlah pengusaha yang memiliki pendidikan SLTP dan SLTA dan Diploma (D1 dan D2) masing-masing hanya sekitar 11,27 % dan 7,62 %. Yang memiliki D3 ke atas tidak sampai 50 % dari jumlah pengusaha IK dan IRT. Struktur pendidikan dari pengusaha IK dengan yang dimiliki oleh pengusaha IRT tidak jauh berbeda.
Produktivitas dan Kontribusi Output
Tingkat produktivitas dan kontribusi output adalah suatu variabel penting yang terkait, dalam arti peningkatan produktivitas dari salah satu faktor produksi, atau dari semua faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu industri untuk membuat kontribusi output dari industri tersebut meningkat terhadap misalnya pembentukan PDB. Oleh sebab itu tingkat produktivitas dari suatu industri atau perusahaan sering digunakan sebagai salah satu indikator penting untuk mengukur kinerja industri/perusahaan tersebut, misalnya tingkat efisiensinya. Produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT jauh lebih rendah dibandingkan di IM dan IB; demikian juga perbedaan dalam pangsa output antara kelompok pertama dengan kedua tersebut sangat besar. Selain untuk mengukur efisiensi, perkembangan produktivitas tenaga kerja di IK dan IRT juga menunjukkan apakah golongan industri tersebut yang relatif padat karya dibandingkan IM dan IB berarti sekali bagi perekonomian nasional.
Struktur Modal
Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Dalam banyak studi/literatur sering disebut bahwa modal sering menjadi faktor penghambat uatama bagi perkembangan usaha atau pertumbuhan output IK dan IRT, karena kelompok unit usaha ini, seperti yang juga dialami oleh banyak UK di sektor-sektor lainnya, sering mengalami keterbatasan modal. Struktur modal usaha IK dan IRT secara bersama pada tahun 2000 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok unit usaha ini dibiayai oleh modal sendiri, sedangkan jumlah unit usaha yang memakai modal sendiri dan pinjaman hanya sedikit. Antara IK dan IRT terdapat perbedaan, walaupun tetap menunjukkan pola hampir serupa, dimana banyaknya usaha IK yang sepenuhnya menggunakan modal sendiri hampir 78 %. Sedangkan sebagian dari kebutuhan finansial dibiayai dengan pinjaman, dalam kelompok IRT persentasenya lebih kecil (12,16%) dibandingkan kelompok IK (23,43%).
Efisiensi
Selain produktivitas, tingkat efisiensi dari penggunaan faktor-faktor produksi atau input juga merupakan salah satu indikator penting dari kinerja suatu perusahaan atau industri. Semakin sedikit penggunaan input untuk membuat output dalam jumlah tertentu, semakin tinggi tingkat efisiensi dari penggunaan input tersebut. Dalam hal efisiensi, data BPS 2000 menunjukkan bahwa ternyata kinerja IRT ternyata lebih baik daripada IK (47,40 banding 61,62); walaupun secara disagregat ada variasi menurut subsektor. Nilai tambah IK terkonsentrasi di subsektor-subsektor pertanian sampai pertambangan, dan ini dapat dipakai sebagai salah satu indikator yang menunjukkan bahwa spesialisasi IK adalah di subsektor-subsektor tersebut; sedangkan IRT mempunyai spesialisasi di subsektor pertanian dan subsektor manufaktur.
Sifat Permasalahan.
Ada beberapa masalah yang umum dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal keja dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku yang kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). Dua masalah eksternal yang oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap paling serius adalah keterbatasan akses ke bank dan distorsi pasar (output maupun input) yang disebabkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan-peraturan pemerintah yang tidak kondusif, yang disengaja maupun tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar, termasuk investor asing (PMA). Dalam kondisi seperti ini, faktor-faktor seperti penguasaan teknologi dan informasi, modal yang cukup, termasuk untuk melakukan inovasi dalam produk dan proses produksi, Pembaharuan mesin dan alat-alat produksi, dan untuk melakukan kegiatanpromosi yang luas dan agresif, pekerja dengan keterampilan yang tinggi, dan manajer dengan entrepreneurship dan tingkat keterampilan yang tinggi dalam business management serta memiliki wawasan yang luas menjadi faktor-faktor yang sangat penting, untuk paling tidak mempertahankan tingkat daya saing global.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006.
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21 UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UK M yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
1. Inti Plasma,
2. Subkontrak,
3. Dagang Umum,
4. Keagenan, dan
5. Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah :
1. Meningkatkatnya produktivitas,
2. Efisiensi,
3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas,
4. Menurunkan resiko kerugian,
5. Memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.
Kemanfaatan kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah berperan aktif dalam pertumbuhan ekonomi di masyarakat, dengan jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan pengusaha yang besar yang ada, yaitu usaha mikro, kecil dan tidak dapat diklasifikasi sebesar 1.945.653 (85,24 persen), usaha menengah 121.775 (5,33 persen) dan usaha besar 19.803 (0,87 persen).
Secara umum kegiatan usaha mikro dan kecil relatif memerlukan modal yang kecil dan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, namun memberikan devisa bagi negara. Dengan kata lain pengusaha mikro yang ada di tengah masyarakat masih sedikit yang mampu mengekspor produknya ke luar negeri. Usaha mikro dan kecil masih tetap eksis dengan keberadaannya dan masih mampu untuk melakukan kegiatan ekonomi di tengah-tengah masyarakat.
Program pokok Kementerian Negara Koperasi dan UKM RI Tahun 2009 dan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Sumut dan Renstra 2005-2009 ada lima program seperti program penciptaan iklim usaha KUKM, program pengembangan sistem pendukung usaha bagi KUKM, program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUKM, program pemberdayaan usaha skala mikro dan program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Untuk memberhasilkan lima program tersebut telah dilaksanakan program dan kegiatan seperti program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro (P3KUM) dengan tujuan untuk mewujudkan tersedianya fasilitas pembiayaan khususnya bagi usaha mikro dan kecil melalui koperasi, fasilitasi pembiayaan melalui P3KUM berupa pinjaman dana bergulir dengan sasaran setiap kecamatan koperasi melalui KSP. Program Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera (Perkassa) dimaksudkan untuk memperluas akses permodalan bagi usaha mikro khususnya yang dikelola perempuan sebagai kekuatan baru dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) dimaksudkan untuk menyediakan akses pembiayaan dan pembinaan bagi KUMKM yang usahanya layak tapi belum memenuhi kriteria perbankan umum dan dapat dilayani oleh LPDB melalui kemampuan permodalan KSP/USP. Serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) diperuntukkan kepada KUMKM untuk pengembangan usahanya tanpa agunan yang dijamin oleh Askrindo dan Sarana Usaha Penjaminan (SUP) 70 persen dan bank pelaksana 30 persen. Adapun bank pelaksanaan seperti BRI, BTN, Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah dan Bank Bukopin.
Adapun tujuan program perkuatan adalah memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah serta koperasi. Memperkuat peran dan posisi koperasi, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal serta memperluas kesempatan kerja dan mendukung upaya pengentasan kemiskinan.
Daftar Pustaka
- infoukm.wordpress.com
- wartawarga.gunadarma.ac.id
- hariansib.com
- waspada.co.id
Senin, 25 Oktober 2010
helm ilang sesaat ditengah2 motocopi
gw ma putri lagi buru2nya mw berangkat ke kampus,nah sblm sampe kampus ceritanya gw mo fotocopy dlu di deket tukang kembang,gak lama gw balik ke tempat gw parkir motor eh gk disangka helm yang di pake putri ilang, padahal tu helm buluk banget,pikiran gw sm putri "kq bisa2'a helm buluk ilang", akhinya bareng2 de kita tengok di warung rokok sebelah, eh..ternyata tu helm ada di deket pintu warung.. gw ma putri akhirnya ketawa geli bareng "hahaha..helmnya bisa turun sendiri.."
Kamis, 14 Oktober 2010
makan bareng banjir
kejadian ni tepatnya tanggal 8 okt 2010
waktu itu ceritanya gw sama temen2 gw lilis,putri.j, sama fitri abis praktikum kelaperan,dah gtu pas banget lg gelap2'a mo ujan..rencananya sambil nunggu ujan turun + reda qt ber4 makan dlu disamping BCP..cz kta rekomendasi temen gw ayam bakarnya uwenak bgt di+ hrg ekonomis gak bikin kantong tipis..belom sampe ceritanya ujan dah turun dah gitu gede banget lagi plus + petir juga,untungnya qta makannya dah hampir habis,dah gtu pke mati lampu lagi,untungnya lagi qta dah selesai makan trus qta kedapetan tempat diluar yg gak begitu gelap.
berapa menit kemudian tu aer lama2 naik sampe mata kaki, ga kebayang de ada tempat makan yang pake banjir..
lucunya lagi saking takutnya kaki kena basah akhirnya jalan diatas pake bangku yg kaya iklan sampurna hijau itu..bener2 gak kebayang..ckckck
waktu itu ceritanya gw sama temen2 gw lilis,putri.j, sama fitri abis praktikum kelaperan,dah gtu pas banget lg gelap2'a mo ujan..rencananya sambil nunggu ujan turun + reda qt ber4 makan dlu disamping BCP..cz kta rekomendasi temen gw ayam bakarnya uwenak bgt di+ hrg ekonomis gak bikin kantong tipis..belom sampe ceritanya ujan dah turun dah gitu gede banget lagi plus + petir juga,untungnya qta makannya dah hampir habis,dah gtu pke mati lampu lagi,untungnya lagi qta dah selesai makan trus qta kedapetan tempat diluar yg gak begitu gelap.
berapa menit kemudian tu aer lama2 naik sampe mata kaki, ga kebayang de ada tempat makan yang pake banjir..
lucunya lagi saking takutnya kaki kena basah akhirnya jalan diatas pake bangku yg kaya iklan sampurna hijau itu..bener2 gak kebayang..ckckck
Tugas Pemasaran UKM
Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) :
Usaha yang memproduksi barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utamanya berbasis pada pendayagunaan sumber daya alam, bakat dan karya seni tradisional dari daerah setempat.
Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Ciri-ciri / Kriteria UKM :
• Bahan baku mudah diperoleh.
• Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi.
• Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun-temurun.
• Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
• Peluang pasar cukup luas, sebgaian besar produknya terserap di pasar lokal/domestic dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor.
• Beberapa komoditi tertentu memiliki ciri khas terkait dengan karya seni budaya daerah setempat.
• Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat.
• Secara ekonomis menguntungkan
Adapun kriteria usaha kecil menurut UU No.9 tahun 1995 adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjulan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah).
3. Milik WNI.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau Usaha Besar.
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
A. Ciri-ciri usaha kecil
1. Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.
2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah.
3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga , sudah membuat neraca usaha.
4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
5. Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha .
6. Sebagaian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
Contoh usaha kecil
• Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja.
• Pedagang dipasar grosir (Agen) dan pedagang pengumpul lainnya.
Pengrajin industry makanan dan minuman, industry meubelair, kayu dan rotan dsb.
Perternakan dan perikanan.
• Koperasi berskala kecil.
B. Ciri-ciri usaha menegah
1. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain dalam bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi.
2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur,sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan.
3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan.
4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll.
5. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan.
6. Pada umumnya telah memilki SDM yang terlatih dan terdidik.
Contoh usaha menegah
Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata,yaitu:
• Usaha pertanian, perternakan dan perkebunan.
• Usaha perdagangan (Grosir) termasuk exspor dan impor.
• Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapa Laut), garment dan jasa transportasi.
• Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam.
• Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi .
Faktor yang menghambat perkembangan UKM antara lain :
• Kurang pengetahuan tentang pasar
• Bargaining power lemah
• Minimnya modal
• Rendahnya teknologi
Beberapa tantangan eksternal dalam UKM
• Munculnya globalisasi yang berakibat meningkatnya persaingan pasar
• Lemahnya peraturan dan penegakan hukum
• Rendahnya kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk UKM dalam negeri
• Belum meluasnya dukungan infrastuktur yang memadai bagi sentra-sentra UKM
Faktor yang memperngaruhi perkembangan UKM
Dari dalam UKM :
• Kemampuan manajerial
• Pengalaman pemilik atau pengelola
• Kemampuan untuk mengakses pasar input dan output,teknologi produksi dan sumber-sumber permodalan
• Besar kecilnya modal yang dimiliki
Dari luar UKM :
• Dukungan berupa bantuan teknis dan keuangan dari pihak pemerintah/swasta
• Kondisi perekonomian yang dicerminkan dari permintaan pasar domestik maupun dunia
• Kemajuan teknologi dalam produksi
Dampak Positif dan Negatif dari UKM
Dampak Positif:
• Membuka lapangan pekerjaan
• Mengurangi kemiskinan
• Menciptakan perdamaian
Dampak Negatif:
• Pencemaran lingkungan
• Kerusakan ekosistem
Upaya untuk pengembangan usaha kecil dan menengah
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif. Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan. Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM . Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha. Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan. Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan. Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus. Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi. Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi. Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara. Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
Permasalahan usaha kecil dan menengah
Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi :
A. Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administrative dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
B. Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.
3. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan system ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
4. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
5. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.
6. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
Usaha yang memproduksi barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utamanya berbasis pada pendayagunaan sumber daya alam, bakat dan karya seni tradisional dari daerah setempat.
Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Ciri-ciri / Kriteria UKM :
• Bahan baku mudah diperoleh.
• Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi.
• Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun-temurun.
• Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
• Peluang pasar cukup luas, sebgaian besar produknya terserap di pasar lokal/domestic dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor.
• Beberapa komoditi tertentu memiliki ciri khas terkait dengan karya seni budaya daerah setempat.
• Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat.
• Secara ekonomis menguntungkan
Adapun kriteria usaha kecil menurut UU No.9 tahun 1995 adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjulan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah).
3. Milik WNI.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau Usaha Besar.
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
A. Ciri-ciri usaha kecil
1. Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.
2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah.
3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga , sudah membuat neraca usaha.
4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
5. Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha .
6. Sebagaian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
Contoh usaha kecil
• Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja.
• Pedagang dipasar grosir (Agen) dan pedagang pengumpul lainnya.
Pengrajin industry makanan dan minuman, industry meubelair, kayu dan rotan dsb.
Perternakan dan perikanan.
• Koperasi berskala kecil.
B. Ciri-ciri usaha menegah
1. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain dalam bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi.
2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur,sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan.
3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan.
4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll.
5. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan.
6. Pada umumnya telah memilki SDM yang terlatih dan terdidik.
Contoh usaha menegah
Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata,yaitu:
• Usaha pertanian, perternakan dan perkebunan.
• Usaha perdagangan (Grosir) termasuk exspor dan impor.
• Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapa Laut), garment dan jasa transportasi.
• Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam.
• Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi .
Faktor yang menghambat perkembangan UKM antara lain :
• Kurang pengetahuan tentang pasar
• Bargaining power lemah
• Minimnya modal
• Rendahnya teknologi
Beberapa tantangan eksternal dalam UKM
• Munculnya globalisasi yang berakibat meningkatnya persaingan pasar
• Lemahnya peraturan dan penegakan hukum
• Rendahnya kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk UKM dalam negeri
• Belum meluasnya dukungan infrastuktur yang memadai bagi sentra-sentra UKM
Faktor yang memperngaruhi perkembangan UKM
Dari dalam UKM :
• Kemampuan manajerial
• Pengalaman pemilik atau pengelola
• Kemampuan untuk mengakses pasar input dan output,teknologi produksi dan sumber-sumber permodalan
• Besar kecilnya modal yang dimiliki
Dari luar UKM :
• Dukungan berupa bantuan teknis dan keuangan dari pihak pemerintah/swasta
• Kondisi perekonomian yang dicerminkan dari permintaan pasar domestik maupun dunia
• Kemajuan teknologi dalam produksi
Dampak Positif dan Negatif dari UKM
Dampak Positif:
• Membuka lapangan pekerjaan
• Mengurangi kemiskinan
• Menciptakan perdamaian
Dampak Negatif:
• Pencemaran lingkungan
• Kerusakan ekosistem
Upaya untuk pengembangan usaha kecil dan menengah
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif. Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan. Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM . Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha. Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan. Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan. Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus. Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi. Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi. Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara. Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
Permasalahan usaha kecil dan menengah
Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi :
A. Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administrative dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
B. Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.
3. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan system ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
4. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
5. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.
6. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
Selasa, 05 Oktober 2010
.. anTara haJat dan bUang Hajat ..
kejadian ini tepatnya hari sabtu malem minggu..
gw tumben2nya disuruh nyokap ikut hajatan nah secepat kilat langsung gw bilang iya,mungkin karna dirumah gak ada makanan x ya??
sesampainya disana slayaknya orang hajatan,salam2an terus menikmati santapan deh..
pas di tengah2 gw makan es krim duren disitu pula gw kebelet "boker"..
duh gw panik banget tuh.. gw mesti gmn ni?? akhirnya gw ngeberaniin diri aja buat boker di tempat orang yang punya hajat,,tuh tampang orang yang punya rumah aneh banget mungkin di benaknya "ni sapa??tiba2 numpang ke wc!!"
pikir gw "bodo amat ah yang penting ni kotoran gw buang..!!"
"Legaaa.." pas gw keluar sampe tempat hajatan ada yang masuk trus bilang "Uuuuh bauuu!!!!" pikir gw bodo amat ah bis ini gw gak ketemu lu lagi ini hehehe...
gw tumben2nya disuruh nyokap ikut hajatan nah secepat kilat langsung gw bilang iya,mungkin karna dirumah gak ada makanan x ya??
sesampainya disana slayaknya orang hajatan,salam2an terus menikmati santapan deh..
pas di tengah2 gw makan es krim duren disitu pula gw kebelet "boker"..
duh gw panik banget tuh.. gw mesti gmn ni?? akhirnya gw ngeberaniin diri aja buat boker di tempat orang yang punya hajat,,tuh tampang orang yang punya rumah aneh banget mungkin di benaknya "ni sapa??tiba2 numpang ke wc!!"
pikir gw "bodo amat ah yang penting ni kotoran gw buang..!!"
"Legaaa.." pas gw keluar sampe tempat hajatan ada yang masuk trus bilang "Uuuuh bauuu!!!!" pikir gw bodo amat ah bis ini gw gak ketemu lu lagi ini hehehe...
Jumat, 16 April 2010
Etika Bisnis Islami
Etika Bisnis Islami
Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulaiterlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya. Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits). Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal ”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits).
Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat” (Hadits).
Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariah
1. Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam. Seorang muslim harus komitmen dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang diharamkan oleh syariah. Dan seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak halal atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap seperti night club discotic cafĂ© tempat bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.
2. Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal. Praktik riba yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 – 35). Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
3. Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil”. Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah”, ”Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat”. Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat”.
4. Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”. Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang dilakukan sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
b. Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu.
c. Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau dalam suatu pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim menjadi penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu pembeli agar melakukan pembelian terhadap produk mereka. Model promosi tersebut dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam sebagai agama yang menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses jual beli harus dikaitkan dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkan rezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari’ah Islam secara menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.
Etika Pemasaran
Dalam konteks etika pemasaran yang bernuansa Islami, dapat dicari pertimbangan dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan dua persyaratan dalam proses bisnis yakni persyaratan horizontal (kemanusiaan) dan persyaratan vertikal (spritual). Surat Al-Baqarah menyebutkan ”Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada yang diragukan didalamnya. Menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”. Ayat ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam etika marketing:
1. Allah memberi jaminan terhadap kebenaran Al-Qur’an, sebagai reability product guarantee.
2. Allah menjelaskan manfaat Al-Qur’an sebagai produk karyaNya, yakni menjadi hudan (petunjuk).
3. Allah menjelaskan objek, sasaran, customer, sekaligus target penggunaan kitab suci tersebut, yakni orang-orang yang bertakwa.
Isyarat diatas sangat relevan dipedomani dalam melakukan proses marketing, sebab marketing merupakan bagian yang sangat penting dan menjadi mesin suatu perusahaan. Mengambil petunjuk dari kalimat ”jaminan” yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an, maka dalam rangka penjualan itupun kita harus dapat memberikan jaminan bagi produk yang kita miliki. Jaminan tersebut mencakup dua aspek:
• Aspek material, yakni mutu bahan, mutu pengobatan, dan mutu penyajian.
• Aspek non material, mencakup; ke-Halalan, ke-Thaharahan (Higienis), dan ke-Islaman dalam penyajian.
Bahwa jaminan terhadap kebaikan makanan itu baru sebagian dari jaminan yang perlu diberikan, disamping ke-Islaman sebagai proses pengolahan dan penyajian, serta ke-Halalan, ke-Thaharahan. Jadi totalitas dari keseluruhan pekerjaan dan semua bidang kerja yang ditangani di dalam dan di luar perusahaan merupakan integritas dari ”jaminan”. Urutan kedua yang dijelaskan Allah adalah manfaat dari apa yang dipasarkan. Jika ini dijadikan dasar dalam upaya marketing, maka yang perlu dilakukan adalah memberikan penjelasan mengenai manfaat produk (ingridients) atau manfaat proses produksi dijalankan. Adapun metode yang dapat digunakan petunjuk Allah: ”Beritahukanlah kepadaku (berdasarkan pengetahuan) jika kamu memang orang-orang yang benar”. (QS:Al-An’am;143). Ayat tersebut mengajarkan kepada kita bahwa untuk meyakinkan seseorang terhadap kebaikan yang kita jelaskan haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan, data dan fakta. Jadi dalam menjelaskan manfaat produk, nampaknya peranan data dan fakta sangat penting, bahkan seringkali data dan fakta jauh lebih berpengaruh dibanding penjelasan. Sebagaimana orang yang sedang dalam program diet sering kali memperhatikan komposisi informasi gizi yang terkandung dalam kemasan makanan yang akan dibelinya.
Ketiga adalah penjelasan mengenai sasaran atau customer dari produk yang kita miliki. Dalam hal ini kita dapat menjelaskan bahwa makanan yang halal dan baik (halalan thoyyiban), yang akan menjadi darah dan daging manusia, akan membuat kita menjadi taat kepada Allah, sebab konsumsi yang dapat mengantarkan manusia kepada ketakwaan harus memenuhi tiga unsur :
• Materi yang halal
• Proses pengolahan yang bersih (Higienis)
• Penyajian yang Islami
Dalam proses pemasaran promosi merupakan bagian penting, promosi adalah upaya menawarkan barang dagangan kepada calon pembeli. Bagaimana seseorang sebaiknya mempromosikan barang dagangannya? Selain sebagai Nabi Rasulullah memberikan teknik sales promotion yang jitu kepada seorang pedagang. Dalam suatu kesempatan beliau mendapati seseorang sedang menawarkan barang dagangannya. Dilihatnya ada yang janggal pada diri orang tersebut. Beliau kemudian memberikan advis kepadanya : ”Rasulullah lewat di depan sesorang yang sedang menawarkan baju dagangannya. Orang tersebut jangkung sedang baju yang ditawarkan pendek. Kemudian Rasululllah berkata;
”Duduklah! Sesungguhnya kamu menawarkan dengan duduk itu lebih mudah
mendatangkan rezeki.” (Hadits).
Dengan demikian promosi harus dilakukan dengan cara yang tepat, sehingga menarik minat calon pembeli. Faktor tempat dan cara penyajian serta teknik untuk menawarkan produk dilakukan dengan cara yang menarik. Faktor tempat meliputi desain interior yang serasi yang serasi, letak barang yang mudah dilihat, teratur, rapi dan sebagainya. Memperhatikan hadits Rasulullah diatas sikap seorang penjual juga merupakan faktor yang harus diperhatikan bagi keberhasilan penjualan. Selain faktor tempat, desain interior, letak barang dan lain-lain.
Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dalam Islam posisi pebisnis pada dasarnya adalah profesi yang terpuji dan mendapat posisi yang tinggi sepanjang ia mengikuti koridor syari’ah. Muamalah dalam bentuk apapun diperbolehkan sepanjang ia tidak melanggar dalil syar’i. Islam melarang seorang Muslim melakukan hal yang merugikan dan mengakibatkan kerusakan bagi orang lain sebagaimana disebutkan dalam haditsnya. Rasululllah bersabda : ”La dlaraara wala dliraara” (HR. Ibn Abbas).
Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulaiterlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya. Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits). Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal ”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits).
Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat” (Hadits).
Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariah
1. Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam. Seorang muslim harus komitmen dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang diharamkan oleh syariah. Dan seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak halal atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap seperti night club discotic cafĂ© tempat bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.
2. Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal. Praktik riba yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 – 35). Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
3. Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil”. Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah”, ”Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat”. Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat”.
4. Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”. Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang dilakukan sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
b. Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu.
c. Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau dalam suatu pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim menjadi penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu pembeli agar melakukan pembelian terhadap produk mereka. Model promosi tersebut dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam sebagai agama yang menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses jual beli harus dikaitkan dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkan rezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari’ah Islam secara menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.
Etika Pemasaran
Dalam konteks etika pemasaran yang bernuansa Islami, dapat dicari pertimbangan dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan dua persyaratan dalam proses bisnis yakni persyaratan horizontal (kemanusiaan) dan persyaratan vertikal (spritual). Surat Al-Baqarah menyebutkan ”Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada yang diragukan didalamnya. Menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”. Ayat ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam etika marketing:
1. Allah memberi jaminan terhadap kebenaran Al-Qur’an, sebagai reability product guarantee.
2. Allah menjelaskan manfaat Al-Qur’an sebagai produk karyaNya, yakni menjadi hudan (petunjuk).
3. Allah menjelaskan objek, sasaran, customer, sekaligus target penggunaan kitab suci tersebut, yakni orang-orang yang bertakwa.
Isyarat diatas sangat relevan dipedomani dalam melakukan proses marketing, sebab marketing merupakan bagian yang sangat penting dan menjadi mesin suatu perusahaan. Mengambil petunjuk dari kalimat ”jaminan” yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an, maka dalam rangka penjualan itupun kita harus dapat memberikan jaminan bagi produk yang kita miliki. Jaminan tersebut mencakup dua aspek:
• Aspek material, yakni mutu bahan, mutu pengobatan, dan mutu penyajian.
• Aspek non material, mencakup; ke-Halalan, ke-Thaharahan (Higienis), dan ke-Islaman dalam penyajian.
Bahwa jaminan terhadap kebaikan makanan itu baru sebagian dari jaminan yang perlu diberikan, disamping ke-Islaman sebagai proses pengolahan dan penyajian, serta ke-Halalan, ke-Thaharahan. Jadi totalitas dari keseluruhan pekerjaan dan semua bidang kerja yang ditangani di dalam dan di luar perusahaan merupakan integritas dari ”jaminan”. Urutan kedua yang dijelaskan Allah adalah manfaat dari apa yang dipasarkan. Jika ini dijadikan dasar dalam upaya marketing, maka yang perlu dilakukan adalah memberikan penjelasan mengenai manfaat produk (ingridients) atau manfaat proses produksi dijalankan. Adapun metode yang dapat digunakan petunjuk Allah: ”Beritahukanlah kepadaku (berdasarkan pengetahuan) jika kamu memang orang-orang yang benar”. (QS:Al-An’am;143). Ayat tersebut mengajarkan kepada kita bahwa untuk meyakinkan seseorang terhadap kebaikan yang kita jelaskan haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan, data dan fakta. Jadi dalam menjelaskan manfaat produk, nampaknya peranan data dan fakta sangat penting, bahkan seringkali data dan fakta jauh lebih berpengaruh dibanding penjelasan. Sebagaimana orang yang sedang dalam program diet sering kali memperhatikan komposisi informasi gizi yang terkandung dalam kemasan makanan yang akan dibelinya.
Ketiga adalah penjelasan mengenai sasaran atau customer dari produk yang kita miliki. Dalam hal ini kita dapat menjelaskan bahwa makanan yang halal dan baik (halalan thoyyiban), yang akan menjadi darah dan daging manusia, akan membuat kita menjadi taat kepada Allah, sebab konsumsi yang dapat mengantarkan manusia kepada ketakwaan harus memenuhi tiga unsur :
• Materi yang halal
• Proses pengolahan yang bersih (Higienis)
• Penyajian yang Islami
Dalam proses pemasaran promosi merupakan bagian penting, promosi adalah upaya menawarkan barang dagangan kepada calon pembeli. Bagaimana seseorang sebaiknya mempromosikan barang dagangannya? Selain sebagai Nabi Rasulullah memberikan teknik sales promotion yang jitu kepada seorang pedagang. Dalam suatu kesempatan beliau mendapati seseorang sedang menawarkan barang dagangannya. Dilihatnya ada yang janggal pada diri orang tersebut. Beliau kemudian memberikan advis kepadanya : ”Rasulullah lewat di depan sesorang yang sedang menawarkan baju dagangannya. Orang tersebut jangkung sedang baju yang ditawarkan pendek. Kemudian Rasululllah berkata;
”Duduklah! Sesungguhnya kamu menawarkan dengan duduk itu lebih mudah
mendatangkan rezeki.” (Hadits).
Dengan demikian promosi harus dilakukan dengan cara yang tepat, sehingga menarik minat calon pembeli. Faktor tempat dan cara penyajian serta teknik untuk menawarkan produk dilakukan dengan cara yang menarik. Faktor tempat meliputi desain interior yang serasi yang serasi, letak barang yang mudah dilihat, teratur, rapi dan sebagainya. Memperhatikan hadits Rasulullah diatas sikap seorang penjual juga merupakan faktor yang harus diperhatikan bagi keberhasilan penjualan. Selain faktor tempat, desain interior, letak barang dan lain-lain.
Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dalam Islam posisi pebisnis pada dasarnya adalah profesi yang terpuji dan mendapat posisi yang tinggi sepanjang ia mengikuti koridor syari’ah. Muamalah dalam bentuk apapun diperbolehkan sepanjang ia tidak melanggar dalil syar’i. Islam melarang seorang Muslim melakukan hal yang merugikan dan mengakibatkan kerusakan bagi orang lain sebagaimana disebutkan dalam haditsnya. Rasululllah bersabda : ”La dlaraara wala dliraara” (HR. Ibn Abbas).
Minggu, 14 Maret 2010
Tugas pemasaran usaha syariah
Marketing merupakan sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan pada proses penciptaan, penawaran dan perubahan dari nilai dari satu inisiator kepada stakeholdernya. Kegiatan marketing sebenarnya merupakan kegiatan yang sangat mulia karena pada kegiatan tersebut selalu memunculkan ide dan kreativitas untuk melakukan approach, inovativ, perubahan dan pembaharuan dalam banyak hal.
Dalam marketing dengan pendekatan ajaran islam, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan? Bagaimana cara memasarkan produk yang halal sehingga akan menciptakan bisnis yang bersifat suistainable. Inilah semestinya yang menjadi landasan berpikir bagi para pelaku bisnis syariah.
Disamping istilah marketing syariah, ada juga beberapa pihak yang menyebutnya dengan marketing spiritual, arti keduanya hampir mempunyai kesamaan. Yaitu satu model kegiatan pemasaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual atau nilai-nilai syariah. Dari sini dapat dipahami nilai-nilai spiritual yang ada dalam sebuah ajaran agama dapat dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Perkembangan nilai spiritual dalam marketing sejalan dengan perkembangan dunia. Setelah september attack, orang melihat IQ dan EQ saja tidak cukup. Harus ada SQ, Spiritual Question yang meng-sibghah seluruh aktivitas kehidupan manusia termasuk marketing yang menjadi bagian penting dalam dunia bisnis.
Pada prinsipnya spiritual marketing merupakan bagian dari etika marketing yang dapat memberikan panduan bagi marketer dalam menjalankan kegiatan pemasarannya sehingga sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh perusahaan. Tujuan dari kegiatan pemasaran diharapkan mengarah pada pemerolehan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, secara internal perusahaan sudah mempunyai rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran produk-produknya.
Jika kita analisa tentang pasar, ada beberapa jenis pasar berdasarkan perilakunya. Pertama, pasar yang hanya ingin mendapatkan keuntungan finansial tanpa peduli apakah caranya sesuai dengan syariah. Pasar ini banyak disebut sebagai pasar rasional. Kedua, pasar yang hanya melihat sistemnya tanpa mempedulikan keuntungan finansial atau biasa disebut dengan pasar emosiaonal. Maksudnya, orang tertarik untuk berbisnis di pasar syariah karena alasan-alasan keagamaan yang lebih bersifat emosional. Bukan karena ingin mendapatkan keuntungan finansial yang bersifat rasional. Ada juga pasar yang selain melihat keuntungan finansial juga berpatokan syariah dalam mendapatkannya. Pasar inilah yang disebut pasar spiritual.
Pembagian segmen pasar rasional dan pasar emosional:
• Pasar Emosional
Diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.
• Pasar rasional
Pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.
Perlunya memahami aspek penting dalam memulai usaha
aspek apa saja yang harus kita pahami sebelum memulai suatu usaha atau bisnis , dan hal ini bisa diterapkan baik dalam bisnis online ataupun off line yang sedang kita tekuni atau yang akan kita jalani, tujuannya agar bisnis kita dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan yang kita harapkan, dengan cost yang rendah dengan profit yang lebih besar, namun tentunya praktek bisnis yang kita lakukan jangan menghalalkan segala cara, namun harus sesuai dengan prinsip ekonomi syariah yaitu bersaing secara sehat, tidak ada unsur penipuan yang dapat merugikan orang lain dan harus memberikan manfaat dan kepuasan bagi konsumen.
Memulai bisnis bagi kebanyakan orang bukanlah hal yang mudah. Hal yang klasik, banyak pertimbangan di sana sini sehingga tak jarang membuat orang urung memulai bisnis. Semestinya memulai bisnis tidak menjadi salah satu sumber ketakutan bagi setiap orang. Untuk menghilangkan ketakutan dalam memulai bisnis, seseorang bisa membuat persiapan bisnis yang matang sehingga dapat menjalaninya dengan optimistis.
dengan memahami 9 aspek penting sebelum memulai usaha.
1. Memahami konsep produk atau jasa secara baik
Sebelum memulai suatu usaha maka hal yang terpenting adalah pemahaman kita akan konsep produk atau jasa yang akan menjadi bisnis inti. Kita perlu memahami bukan hanya secara teknis produksi tetapi juga pasar dan prospek mulai daripada lingkungan yang terkecil kepada lingkungan yang terbesar.
2. Membuat visi dan misi bisnis
Setiap orang yang mau memulai bisnis harus mengetahui visi dan misi yang akan menjadi panduan seseorang untuk tetap fokus kepada tujuan bisnis dan organisasi yang awal. Seringkali suatu usaha pada saat mulai berkembang pada tahap berikutnya mengalami kegagalan karena organisasi tersebut tidak memfokuskan diri kepada peningkatan kemajuan bisnis awal tetapi terlalu banyak mencoba mengembangkan bidang usaha lain yang baru.
3. Perlunya winning, positive dan learning attitude untuk menjadi sukses
Sikap mental merupakan kunci keberhasilan atas usaha anda selain daripada pemahaman usaha anda. there is no over night success sesuatu yang harus dicamkan daripada setiap calon “entrepreneur” karena dibutuhkan waktu, sikap tidak menyerah, proses belajar secara kesinambunga, dan melihat permasalahan secara positif yang tidak membuat anda menjadi patah semangat namun melihat setiap peluang dan belajar atas setiap kegagalan.Anda akan belajar untuk mengembangkan sikap-sikap diatas untuk menjadi “bisnis entrepreneur” yang sukses.
4. Membuat perencanaan dan strategi bisnis yang efektif akan menghindari usaha daripada risiko bisnis dan keuangan.
Secara statistik hampir seluruh kegagalan bisnis kecil dan menengah disebabkan karena tidak adanya atau kurang efektifnya perencanaan bisnis yang anda buat. Asumsi-asumsi seperti kapasitas produksi, tingkat utilisasi produksi, proyeksi kenaikan harga dan biaya dan aspek lainnya dalam perencanaan bisnis haruslah menggambarkan secara akurat realitas pasar atau praktek yang ada dalam suatu industri. Sistematika perhitungan dan proyeksi pendapatan dan biaya harus dibuat secara tepat sehingga membantu setiap calon pengusaha untuk menghitung secara akurat kebutuhan modal investasi dan modal kerja termasuk struktur biaya untuk persiapan awal, tahap percobaan, produksi secara komersial, inventori, distribusi, pemasaran, administrasi, sumber daya manusia dan juga komponen pendapatan usaha yang terdiri dari pendapatan inti dan tambahan. Pemahaman yang baik atas hal ini juga akan membantu calon entrepreneur untuk dapat mengindentifikasi potensi resiko bisnis, manajemen dan keuangan dan membuat langkah-langkah pengendalian untuk dapat menghindari setiap resiko tersebut.
5. Pengetahuan dasar manajemen, organisasi dan sistem akan menghindari usaha daripada risiko manajemen.
Setiap usaha dari yang paling kecil sekalipun membutuhkan manajemen yang baik untuk memastikan proses pemasaran, produksi, distribusi dan penjualan berlangsung dengan baik. Sistem manajemen yang buruk akan mengakibatkan adanya biaya yang tidak perlu seperti bahan baku yang terbuang, pekerja yang tidak produktif karena pengawasan yang tidak efektif dan deskripsi pekerjaan yang tidak jelas, koordinasi dan komunikasi antar pegawai yang tidak efektif sehingga banyak keputusan yang terlambat, perekrutan pegawai yang tidak efektif sehingga banyak pegawai yang keluar masuk dan membuang banyak waktu dan biaya, pelatihan yang tidak baik sehingga produktivitas pegawai yang rendah dan masih banyak lagi permasalahan organisasi.
6. Optimalisasi sumber daya manusia maka 50% usaha Anda sudah berhasil.
Sumber Daya Manusia atau SDM merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha yang sangat penting. Banyak pakar yang menyadari bahwasanya untuk memulai usaha seringkali apabila kita merekrut pegawai yang tepat dan berpotensi sangat baik dapat menutup kelemahan manajemen, organisasi dan sistim dalam jangka pendek. Dengan SDM yang tepat maka kita sudah setengah jalan untuk menjadi sukses.
7. Mengapa kreativitas, kepemimpinan dan proses pembuatan keputusan sangat penting?
Dalam memulai usaha umumnya setiap calon entrepreneur akan mengalami banyak permasalahan dan krisis. Banyak kegagalan terjadi karena kurangnya kreativitas, kepemimpinan dan pembuatan keputusan yang tepat untuk mencari solusi yang baik. Kreativitas seperti “thinking outbox” atau kemampuan melakukan analisa permasalahan di luar pemahaman yang sudah ada dan mencari alternatif solusi yang kreatif akan sangat membantu usaha anda untuk berhasil. Kreativitas juga akan sangat membantu anda untuk menyesuaikan produk-produk anda agar dapat diterima oleh pasar dan juga melihat berbagai peluang dalam membangun usaha anda. Kepemimpinan sangat penting dalamkrisis untuk membuat setiap pegawai dan semua orang yang terlibat dalam usaha anda percaya bahwasanya anda tidak panik, menjadi tempat last resort solusi atas semua permasalahan dan menjadi panutan. Proses Pembuatan Keputusan akan membantu anda dalam mencari alternatif solusi dan memilih yang terbaik untuk usaha dan organisasi anda.
8. Pengetahuan dasar pengelolaan keuangan dan pembiayaan
Pemahaman atas aspek ini adalah sangat penting dalam perkembangan usaha anda. Seringkali produksi terganggu karena pengelolaan keuangan yang tidak baik seperti kekurangan dana untuk pembelian bahan baku, alat-alat produksi dan lainnya. struktur modal, aset perusahaan, penyertaan modal dan lainnya.
9. Pemasaran, pelayanan dan product brand
Pemasaran merupakan ujung tombak keberhasilan penjualan produk atau jasa. Sebaik apapun produk atau jasa tanpa pemasaran yang baik maka akan sangat sukar untuk meningkat penjualan dan keuntungan usaha. Di lain pihak tanpa pelayanan yang baik kepada pelanggan maka akan sangat sukar suatu usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal yang merupakan kunci perkembangan usaha. Dengan pelanggan yang loyal maka pekerjaan pemasaran akan lebih mudah karena pelayanan yang baik akan menciptakan product brand yang baik kepada calon pelanggan baru.
Nama : Putri Meiningrum (30208975)
Kelas : 2 DD 03
Dalam marketing dengan pendekatan ajaran islam, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan? Bagaimana cara memasarkan produk yang halal sehingga akan menciptakan bisnis yang bersifat suistainable. Inilah semestinya yang menjadi landasan berpikir bagi para pelaku bisnis syariah.
Disamping istilah marketing syariah, ada juga beberapa pihak yang menyebutnya dengan marketing spiritual, arti keduanya hampir mempunyai kesamaan. Yaitu satu model kegiatan pemasaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual atau nilai-nilai syariah. Dari sini dapat dipahami nilai-nilai spiritual yang ada dalam sebuah ajaran agama dapat dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Perkembangan nilai spiritual dalam marketing sejalan dengan perkembangan dunia. Setelah september attack, orang melihat IQ dan EQ saja tidak cukup. Harus ada SQ, Spiritual Question yang meng-sibghah seluruh aktivitas kehidupan manusia termasuk marketing yang menjadi bagian penting dalam dunia bisnis.
Pada prinsipnya spiritual marketing merupakan bagian dari etika marketing yang dapat memberikan panduan bagi marketer dalam menjalankan kegiatan pemasarannya sehingga sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh perusahaan. Tujuan dari kegiatan pemasaran diharapkan mengarah pada pemerolehan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, secara internal perusahaan sudah mempunyai rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran produk-produknya.
Jika kita analisa tentang pasar, ada beberapa jenis pasar berdasarkan perilakunya. Pertama, pasar yang hanya ingin mendapatkan keuntungan finansial tanpa peduli apakah caranya sesuai dengan syariah. Pasar ini banyak disebut sebagai pasar rasional. Kedua, pasar yang hanya melihat sistemnya tanpa mempedulikan keuntungan finansial atau biasa disebut dengan pasar emosiaonal. Maksudnya, orang tertarik untuk berbisnis di pasar syariah karena alasan-alasan keagamaan yang lebih bersifat emosional. Bukan karena ingin mendapatkan keuntungan finansial yang bersifat rasional. Ada juga pasar yang selain melihat keuntungan finansial juga berpatokan syariah dalam mendapatkannya. Pasar inilah yang disebut pasar spiritual.
Pembagian segmen pasar rasional dan pasar emosional:
• Pasar Emosional
Diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.
• Pasar rasional
Pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.
Perlunya memahami aspek penting dalam memulai usaha
aspek apa saja yang harus kita pahami sebelum memulai suatu usaha atau bisnis , dan hal ini bisa diterapkan baik dalam bisnis online ataupun off line yang sedang kita tekuni atau yang akan kita jalani, tujuannya agar bisnis kita dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan yang kita harapkan, dengan cost yang rendah dengan profit yang lebih besar, namun tentunya praktek bisnis yang kita lakukan jangan menghalalkan segala cara, namun harus sesuai dengan prinsip ekonomi syariah yaitu bersaing secara sehat, tidak ada unsur penipuan yang dapat merugikan orang lain dan harus memberikan manfaat dan kepuasan bagi konsumen.
Memulai bisnis bagi kebanyakan orang bukanlah hal yang mudah. Hal yang klasik, banyak pertimbangan di sana sini sehingga tak jarang membuat orang urung memulai bisnis. Semestinya memulai bisnis tidak menjadi salah satu sumber ketakutan bagi setiap orang. Untuk menghilangkan ketakutan dalam memulai bisnis, seseorang bisa membuat persiapan bisnis yang matang sehingga dapat menjalaninya dengan optimistis.
dengan memahami 9 aspek penting sebelum memulai usaha.
1. Memahami konsep produk atau jasa secara baik
Sebelum memulai suatu usaha maka hal yang terpenting adalah pemahaman kita akan konsep produk atau jasa yang akan menjadi bisnis inti. Kita perlu memahami bukan hanya secara teknis produksi tetapi juga pasar dan prospek mulai daripada lingkungan yang terkecil kepada lingkungan yang terbesar.
2. Membuat visi dan misi bisnis
Setiap orang yang mau memulai bisnis harus mengetahui visi dan misi yang akan menjadi panduan seseorang untuk tetap fokus kepada tujuan bisnis dan organisasi yang awal. Seringkali suatu usaha pada saat mulai berkembang pada tahap berikutnya mengalami kegagalan karena organisasi tersebut tidak memfokuskan diri kepada peningkatan kemajuan bisnis awal tetapi terlalu banyak mencoba mengembangkan bidang usaha lain yang baru.
3. Perlunya winning, positive dan learning attitude untuk menjadi sukses
Sikap mental merupakan kunci keberhasilan atas usaha anda selain daripada pemahaman usaha anda. there is no over night success sesuatu yang harus dicamkan daripada setiap calon “entrepreneur” karena dibutuhkan waktu, sikap tidak menyerah, proses belajar secara kesinambunga, dan melihat permasalahan secara positif yang tidak membuat anda menjadi patah semangat namun melihat setiap peluang dan belajar atas setiap kegagalan.Anda akan belajar untuk mengembangkan sikap-sikap diatas untuk menjadi “bisnis entrepreneur” yang sukses.
4. Membuat perencanaan dan strategi bisnis yang efektif akan menghindari usaha daripada risiko bisnis dan keuangan.
Secara statistik hampir seluruh kegagalan bisnis kecil dan menengah disebabkan karena tidak adanya atau kurang efektifnya perencanaan bisnis yang anda buat. Asumsi-asumsi seperti kapasitas produksi, tingkat utilisasi produksi, proyeksi kenaikan harga dan biaya dan aspek lainnya dalam perencanaan bisnis haruslah menggambarkan secara akurat realitas pasar atau praktek yang ada dalam suatu industri. Sistematika perhitungan dan proyeksi pendapatan dan biaya harus dibuat secara tepat sehingga membantu setiap calon pengusaha untuk menghitung secara akurat kebutuhan modal investasi dan modal kerja termasuk struktur biaya untuk persiapan awal, tahap percobaan, produksi secara komersial, inventori, distribusi, pemasaran, administrasi, sumber daya manusia dan juga komponen pendapatan usaha yang terdiri dari pendapatan inti dan tambahan. Pemahaman yang baik atas hal ini juga akan membantu calon entrepreneur untuk dapat mengindentifikasi potensi resiko bisnis, manajemen dan keuangan dan membuat langkah-langkah pengendalian untuk dapat menghindari setiap resiko tersebut.
5. Pengetahuan dasar manajemen, organisasi dan sistem akan menghindari usaha daripada risiko manajemen.
Setiap usaha dari yang paling kecil sekalipun membutuhkan manajemen yang baik untuk memastikan proses pemasaran, produksi, distribusi dan penjualan berlangsung dengan baik. Sistem manajemen yang buruk akan mengakibatkan adanya biaya yang tidak perlu seperti bahan baku yang terbuang, pekerja yang tidak produktif karena pengawasan yang tidak efektif dan deskripsi pekerjaan yang tidak jelas, koordinasi dan komunikasi antar pegawai yang tidak efektif sehingga banyak keputusan yang terlambat, perekrutan pegawai yang tidak efektif sehingga banyak pegawai yang keluar masuk dan membuang banyak waktu dan biaya, pelatihan yang tidak baik sehingga produktivitas pegawai yang rendah dan masih banyak lagi permasalahan organisasi.
6. Optimalisasi sumber daya manusia maka 50% usaha Anda sudah berhasil.
Sumber Daya Manusia atau SDM merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha yang sangat penting. Banyak pakar yang menyadari bahwasanya untuk memulai usaha seringkali apabila kita merekrut pegawai yang tepat dan berpotensi sangat baik dapat menutup kelemahan manajemen, organisasi dan sistim dalam jangka pendek. Dengan SDM yang tepat maka kita sudah setengah jalan untuk menjadi sukses.
7. Mengapa kreativitas, kepemimpinan dan proses pembuatan keputusan sangat penting?
Dalam memulai usaha umumnya setiap calon entrepreneur akan mengalami banyak permasalahan dan krisis. Banyak kegagalan terjadi karena kurangnya kreativitas, kepemimpinan dan pembuatan keputusan yang tepat untuk mencari solusi yang baik. Kreativitas seperti “thinking outbox” atau kemampuan melakukan analisa permasalahan di luar pemahaman yang sudah ada dan mencari alternatif solusi yang kreatif akan sangat membantu usaha anda untuk berhasil. Kreativitas juga akan sangat membantu anda untuk menyesuaikan produk-produk anda agar dapat diterima oleh pasar dan juga melihat berbagai peluang dalam membangun usaha anda. Kepemimpinan sangat penting dalamkrisis untuk membuat setiap pegawai dan semua orang yang terlibat dalam usaha anda percaya bahwasanya anda tidak panik, menjadi tempat last resort solusi atas semua permasalahan dan menjadi panutan. Proses Pembuatan Keputusan akan membantu anda dalam mencari alternatif solusi dan memilih yang terbaik untuk usaha dan organisasi anda.
8. Pengetahuan dasar pengelolaan keuangan dan pembiayaan
Pemahaman atas aspek ini adalah sangat penting dalam perkembangan usaha anda. Seringkali produksi terganggu karena pengelolaan keuangan yang tidak baik seperti kekurangan dana untuk pembelian bahan baku, alat-alat produksi dan lainnya. struktur modal, aset perusahaan, penyertaan modal dan lainnya.
9. Pemasaran, pelayanan dan product brand
Pemasaran merupakan ujung tombak keberhasilan penjualan produk atau jasa. Sebaik apapun produk atau jasa tanpa pemasaran yang baik maka akan sangat sukar untuk meningkat penjualan dan keuntungan usaha. Di lain pihak tanpa pelayanan yang baik kepada pelanggan maka akan sangat sukar suatu usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal yang merupakan kunci perkembangan usaha. Dengan pelanggan yang loyal maka pekerjaan pemasaran akan lebih mudah karena pelayanan yang baik akan menciptakan product brand yang baik kepada calon pelanggan baru.
Nama : Putri Meiningrum (30208975)
Kelas : 2 DD 03
Langganan:
Postingan (Atom)